REPUBLIKA.CO.ID, Pagi itu, Mahani (65 tahun), tengah membereskan barang bawannya yang berserakan di samping ranjang pasien yang ditempati anaknya, Siti Maesarih (24). Warga Kecamatan Sumber, Kabupaten Cirebon ini hendak pulang ke rumahnya setelah mengantar anaknya yang berobat inap di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr Hasan Sadikin, Kota Bandung.
Anaknya yang masih gadis itu didiagnosa menderita kanker ganas. ‘’Pulang dulu ke kampung. Minggu depan kembali lagi,’’ kata Mahani, belum lama ini. Mahani adalah satu dari sekitar 60 keluarga pasien yang memanfaatkan ruang singgah untuk masyarakat miskin.
Ruang singgah RSUP Dr hasan Sadikin, menempati sebuah ruangan di basement untuk parkir kendaraan roda empat dan dua. Ruang ini merupakan satu-satunya di rumah sakit terbesar di Kota Bandung ini. Ada dua ruangan yang disulap menjadi seperti ruang rawat inap, dengan kapasitas 36 tempat tidur. ‘’Ruang singgah ini cukup membantu karena gratis,’’kata Mahani yang hanya bekerja sebagai buruh tani.
Ruang singgah di Gedung Kemuning Instalasi Pelayanan Terpadu Jamkesmas/Jamkesda, ini berdiri sejak 2008. Tempat ini memang dikhususkan bagi pasien dari luar Kota Bandung yang menderita penyakit serius. Sebagian besar pasien dan keluarganya yang memanfaatkan ruang singgah ini adalah kalangan tak mampu. ‘’Hanya dengan menunjukkan kartus Jamkesmas atau Jamkesda pasien dan keluarganya bisa menempati ruangan ini,’’kata Suhaeni, Penanggung jawab ruang ini.
Setiap pasien, kata Suhaeni, biasanya tinggal selama dua minggu hingga satu bulan. Pasien-pasien tersebut, kata dia, selalu didampingi keluarganya satu hingga dua orang. Letak ruang ini sengaja berada dibawah Gedung Kemuning agar mudah dijangkau oleh pasien dan keluarganya. ‘’Kalau ada pemeriksaan pasien tinggal naik ke atas. Tidak terlalu jauh jaraknya,’’ kata Suhaeni yang sudah tiga tahun menjadi petugas di Ruang Singgah ini.
Ruang singga di tempat ini layaknya sebuah tempat penampungan pengungsi korban bencana alam. Maklum dalam hitungan minggu dan bulan pasien dan keluarganya harus hidup di ruangan ini. Karena itu kegiatan mencuci, mandi, dan lainnya dilakukan di tempat ini. Hanya saja untuk kebutuhan makan pasien dan keluarganya tak diperkenankan memasak di tempat tersebut.
Suhaeni berharap ada donator yang mau menyumbangkan toilet berjalan yang biasa digunakan di daerah bencana. ‘’Kalau ada toilet seperti itu akan sangat membantu,’’ ujarnya.
Setiap hari, lanjut Suhaeni, jumlah pasien yang memanfaatkan ruang singgah tersebut berjumlah antara 40 hingga 60 pasien. Pada hari Senin hingga Jumat, kata dia, jumlah pasien yang berobat dan memanfaatkan ruang singgah tersebut sebanyak 60 pasien. Sedangkan pada Sabtu hingga Ahad, jumlah pasien yang berobat sebanyak 40 orang.