REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar Akbar Tandjung menyarankan Ratu Atut Chosiyah dinonaktifkan dari kepengurusan partai agar ia lebih fokus menyelesaikan permasalahan hukumnya pasca ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
"Saya sudah memberi saran kepada DPP Partai Golkar agar Atut dinon-aktifkan saja agar fokus ke proses hukum," kata Akbar Jakarta, Jumat (20/12).
Akbar mengatakan partainya tetap menghormati asas praduga tidak bersalah dalam kasus yang menjerat Ratu Atut. Dia menilai penetapan tersangka Ratu Atut pasti mempengaruhi elektabilitas Partai Golkar di Provinsi Banten.
Untuk itu, Akbar menyarankan partainya segera mengkonsolidasikan secara internal untuk membentuk kepemimpinan baru di Provinsi Banten.
"Golkar harus segera melakukan perubahan terkait citra yang berkembang di masyarakat. Saya rasa Golkar bisa memperbaikinya," ujar Akbar.
Dia mengatakan DPP Partai Golkar harus peka terhadap riak-riak yang ada di masyarakat seperti beberapa pihak yang senang Atut menjadi tersangka. Kondisi itu menurut Akbar harus bisa dibaca oleh DPP dan DPD Partai Golkar untuk disikapi
"Riak-riak itu ada pesan politiknya dan itu harus dibaca oleh DPP dan DPD Partai Golkar sebagai pertimbangan mengisi kepemimpinan partai di Provinsi Banten," katanya.
Gubernur Banten Ratu Atut Chosyiyah pada Selasa (17/12) telah dinyatakan sebagai tersangka dalam sengketa Pilkada Kabupaten Lebak serta kasus dugaan korupsi Pengadaan Alat Kesehatan di Provinsi Banten.
Atut terseret dalam kasus dugaan suap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar pada sengketa Pemilihan Kepala Daerah Lebak, bersama adiknya, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan.n suap tersebut.
Di Golkar, Atut menjabat sebagai Ketua bidang Pemberdayaan Perempuan DPP Golkar dan Ketua Kesatuan Perempuan Partai Golkar.