REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala BKKBN Fasli Djalal mengatakan, masalah kependudukan dan KB memang kurang mendapat perhatian. Apalagi di daerah sejak adanya pemberlakuan otonomi.
Padahal, ia mengatakan, masalah kependudukan menjadi sangat penting sebagai investasi pembangunan bangsa. "Sangat tergantung kualitas penduduk," ujarnya dalam acara Sarasehan Tokoh Politik Bangsa di Gedung Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Jakarta, Jumat (20/12).
Fasli mengatakan, Indonesia mempunyai masalah besar soal kependudukan. Berdasarkan data sensus penduduk 2010, jumlah penduduk Indonesia 237,6 juta jiwa.
Ia mengatakan, angka kelahiran total juga masih tinggi, 2,6 anak per wanita selama sepuluh tahun terakhir. Dengan kondisi ini, ia menyebut sasaran angka kelahiran total, 2,1, harus diundur dari semula 2014 menjadi 2025.
Selain itu, Fasli juga menunjukkan angka kematian ibu yang meningkat selama lima tahun terakhir. Dari semula 228 menjadi 359 kematian per 100 ribu kelahiran hidup. Menurut dia, ini menjadi tantangan bangsa. "Peluang sejarah politisi kabinet yang harus mempunyai visi jangka panjang," katanya.
Fasli juga mengatakan, persoalan kependudukan dan KB belum mendapat perhatian kepala daerah. Aspek perencanaan, indikator kependudukan dan KB belum sepenuhnya masuk dalam rencana daerah. Persoalan itu berimbas pada permasalahan anggaran. Dari masalah kelembagaan pun bermasalah.
Menurut Fasli, baru ada 12 kabupaten/ kota yang sudah membentuk lembaga pengelola KB yang sesuai dengan Undang-Undang 52/ 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.
Ia mengatakan, beberapa tempat sedang berusaha menyiapkan diri. Namun masih terbentur dengan aturan pemerintah. "Di Kemendagri tunggu revisi PP. Kita sudah tunggu dua tahun revisi itu," katanya.