REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Langkah Partai Golkar yang tidak memberhentikan Gubenur Banten Ratu Atut Chosiyah pascapenahanan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi mengundang kritik publik.
“Sikap Golkar yang tidak langsung memecat atau menyuruh mundur Atut tersebut menunjukkan kualitas Aburizal Bakrie dalam penanganan pemberantasan korupsi tidak bisa diharapkan," jelas pengamat politik Fadjroel Rachman, Jumat (20/12).
Sikap defensif ini, kata Fadjroel, akan berdampak pada partai berlambang pohon beringin di masa mendatang. Justru seharusnya Golkar cepat menyikapi penahanan Ratu Atut tersebut seperti yang dilakukan oleh Demokrat dan PKS. Yaitu, pemecatan langsung dan disuruh mundur dari jabatan yang disandang mereka.
“Langkah yang diambil oleh PKS dan Demokrat lebih elegan dalam menghadapi kadernya yang tersandung kasus korupsi. Mereka langsung memberhentikannya tidak perduli seberapa penting kader tersebut dalam posisi partai,”katanya.
Dia mengaku pernah melakukan survei mengenai elektabilitas partai pada bulan Agustus sampai dengan September tahun 2013. Hasilnya, terdapat 53% responden tidak mempedulikan partai saat memilih dalam Pemilu nanti. Mereka lebih melihat figur yang akan menduduki kursi legislatif mendatang.
“Kalau pada survei kemarin posisi Golkar masih mengungguli Demokrat. Namun dengan kondisi sekarang bukan tidak mungkin justru kondisinya bisa berbalik,” kata Fadjroel.
Momentum maraknya kasus hukum para kader parpol, dinilai Fadjroel selayaknya dimanfaatkan parpol untuk melakukan pembersihan terhadap kadernya yang terkena kasus korupsi.