REPUBLIKA.CO.ID,DAMASKUS -- Pemimpin kelompok oposisi kuat Suriah Ahrar al-Sham, Hassan Aboud mengatakan ia menolak keras pembicaraan damai yang juga dikenal dengan Jenewa II Januari mendatang. Ia memastikan tidak akan ambil bagian dalam pembicaraan yang akan berlangsung di Switzerland pada 22 Januari.
Dunia berharap oposisi Suriah dan pemerintah Presiden bashar al-Assad akan mencapai kesepakatan politik untuk mengakhiri perang. "Apapun hasil yang didapat dalam konferensi itu hanya akan mengikat Koalisi Nasional Suriah. Sesuai kepentingan kami, kami akan melanjutkan revolusi untuk mengembalikan hak dan kehormatan kami," ujarnya, seperti dilansir Al Jazeera, Sabtu (21/12).
Aboud mengatakan kelompok yang berpartisipasi dalam konferensi Jenewa itu tidak mempunyai pengaruh di Suriah. Ahrar al-Sham merupakan kelompok Salafi Sunni yang didirikan dua tahun lalu.
Mereka ingin memberlakukan hukum Islam di Suriah. Kelompok ini memiliki persenjataan yang lemgkap dengan sekitar 20 ribu tentara. Sejumlah kelompok oposisi mengatakan Ahrar al-Sham mendapatkan sokongan finansial dari negara-negara Teluk.
Kelompok hak asasi manusia Human Rights Watch (HRW) dalam siaran persnya mengatakan pada 15-18 Desember merupakan periode serangan udara paling intens yang terjadi di Aleppo. Serangan itu terjadi di wilayah pemukiman penduduk dan pusat perbelanjaan dan menewaskan puluhan warga sipil.
"Pasukan pemerintah telah menciptakan bencana di Aleppo bulan lalu. Mereka menewaskan pria, perempuan dan anak-anak. Angkatan Udara Suriah telah berbuat kriminal dan tidak kompeten. Mereka tidak peduli jika warga sipil terbunuh. Sepertinya warga sipil justru dijadikan target," ujar peneliti senior HRW Ole Solvang.
Jaringan Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SNHR) menyelidiki kematian yang terjadi antara 15 hingga 18 Desember. Mereka menemukan sebanyak 232 warga sipil tewas, sebagian besar akibat serangan udara.
Kelompok lain, Pusat Dokumentasi Pelanggaran (VDC) menemukan 206 warga sipil tewas dalam serangan udara, termasuk dua tentara. Pada 22 November hingga 18 Desember sebanyak 433 orang tewas dalam serangan udara yang terjadi di seluruh wilayah Aleppo. Sebanyak delapan di antaranya adalah pejuang oposisi.
HRW mengindikasikan serangan oleh kelompok oposisi yang menewaskan warga sipil di Aleppo sembarangan dan karena itulah melanggar hukum.