REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Secara etika, Ratu Atut Chosiyah sudah harus mengundurkan diri sebagai Gubernur Banten. Hal itu guna menyelamatkan kepentingan publik yang lebih luas di Bumi Para Jawara itu.
Pernyataan itu disampaikan pengamat ekonomi politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten, Dahnil Anzar. Dahnil mengatakan, Atut harus mengundurkan diri secara sukarela. Pasalnya, sejak Atut dicekal oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa waktu lalu, banyak agenda penting pemerintahan jadi terbengkalai.
"Apalagi sekarang setelah jadi tersangka. Untuk menyelamatkan kepentingan publik Atut harusnya mengundurkan diri secara sukarela," katanya saat dihubungi RoL, Sabtu (21/12).
Dahnil melanjutkan, pengunduran diri itu untuk pembelajaran etika kepada publik. Meski secara legal formal putri sulung Tubagus Chasan Shohib itu belum ada alasan untuk diberhentikan sebelum jadi terdakwa.
"Tapi (Atut) harus mengedepankan kepentingan publik daripada kepentingan pribadi," ujarnya.
Atut saat ini telah mendekam di rumah tahanan Pondok Bambu, Jakarta Timur. Kakak kandung Tubagus Chaeri Wardhana (Wawan) itu dijebloskan KPK setelah diperiksa sebagai tersangka selama lebih dari enam jam pada Jumat (20/12).
Atut tersangkut dalam kasus suap Pemilukada Lebak, Banten. Sebelumnya, KPK juga telah menetapkan Wawan sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Mantan Ketua MK Akil Mochtar juga terseret dalam pusaran kasus ini.