Senin 23 Dec 2013 15:24 WIB

Kisah Bupati Ngada dan Aksi Penutupan Bandara

Garis Polisi (ilustrasi)
Foto: Antara Foto
Garis Polisi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Sekitar pukul 06.15 Wita, landasan pacu Bandara Turelelo di Soa, sekitar 30-an kilometer dari Bajawa, ibu kota Kabupaten Ngada di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) diduduki Satuan Polisi Pamong Praja dari Setda Kabupaten Ngada.

Aksi pendudukan tersebut membuat Kepala Bandara Turelelo Soa Ikhsan juga bingung, karena sebelum tiba di bandara tersebut, sejumlah anggota Satpol PP dengan sebuah kendaraan operasional sudah berada di tengah landasan pacu.

"Aksi pendudukan tersebut berlangsung sampai pukul 09.00 Wita, sehingga pesawat Merpati Nusantara Airlines (MNA) dengan nomor penerbangan MZ-6516 dari Bandara El Tari Kupang yang hendak mendarat di Bandara Turelelo Soa, terpaksa kembali ke bandara keberangkatan, karena adanya gerakan pemblokiran tersebut," katanya.

Merpati lepas landas dari Bandara El Tari Kupang sekitar pukul 06.30 Wita, dan diperkirakan mendarat di Bandara Turelelo Soa sekitar pukul 08.00 Wita.

Sekitar 40 menit, maskapai penerbangan tersebut berada di atas Pulau Flores, namun akhirnya harus kembali mendarat di Bandara El Tari Kupang dengan membawa serta sekitar 54 orang penumpang.

Pihak otoritas bandara tidak dapat berbuat banyak untuk menggeser anggota Satpol PP tersebut, karena jumlah mereka sangat sedikit. Aparat kepolisian dari Polres Ngada sempat bergerak menuju ke bandara, namun saat mereka tiba, Satpol PP sudah meninggalkan bandara menuju Kota Bajawa.

"Saya mencoba mendekati mereka (Satpol PP) untuk memberikan pengertian, namun sambutan mereka sangat tidak bersahabat," tutur Ikhsan melukiskan situasi pada Sabtu (21/12) pagi di bandara tersebut.

Lalu, motivasi apa Satpol PP memblokade bandara tersebut? Ternyata mereka diperintahkan oleh Bupati Ngada Marianus Sae, karena sang bupati tidak mendapat tiket pesawat Merpati untuk kembali ke Bajawa pada hari itu dari Kupang.

Ikhsan mengakui bahwa rencana pemblokadean bandara tersebut sudah diketahuinya dari Bupati Marianus Sae sehari sebelumnya, Jumat (20/12/2013), ketika upaya untuk mendapatkan tiket pesawat pulang ke Bajawa, tidak membuahkan hasil.

"Kemarin bupati minta booking (pesan) tiket pesawat Merpati, karena pagi ini (Sabtu pagi) Pak Bupati harus hadiri sidang di DPRD Ngada. Saya coba minta ke Merpati Kupang. Rupanya tetap tidak bisa bantu karena penumpang penuh," ujarnya.

"Tadi malam (Jumat malam), saya masih berusaha untuk minta ke Merpati Kupang, namun salah seorang staf Merpati Kupang bernama Waris mengatakan sudah full dan tidak bisa diganti," katanya.

Ikhsan menilai Merpati kurang memberi prioritas kepada pejabat daerah yang menggunakan jasa penerbangan, terutama para kepala daerah, karena banyak urusan yang harus diselesaikan, dan terkadang mendadak.

"Dalam kasus Bupati Ngada, pihak Merpati harus memberi prioritas kepada yang bersangkutan, karena beliau harus menghadiri sidang pembahasan APBD di DPRD Ngada," katanya.

Ia berharap maskapai penerbangan lainnya juga memberi prioritas khusus bagi para pejabat daerah dalam menggunakan jasa penerbangan antarpulau dalam wilayah Provinsi NTT, agar kasus yang dialami Bupati Ngada, jangan sampai dialami pula oleh kepala daerah lainnya di NTT, hanya karena "seat"-nya sudah terisi semua.

Banyak kalangan menilai tindakan yang dilakukan Bupati Ngada tersebut sudah berlebihan dan telah melanggar aturan keselamatan penerbangan, karena akan membawa dampak buruk terhadap keselamatan penumpang jika kondisi sebuah pesawat tidak memungkinkan untuk kembali ke bandara keberangkatan atau bandara terdekat.

Bupati Marianus Sae mungkin juga menyadari bahwa tindakannya tersebut salah karena telah menyusahkan banyak orang, terutama para penumpang yang menggunakan jasa penerbangan tersebut.

"Pada Sabtu (21/12), saya harus kembali ke Bajawa karena ada paripurna penetapan APBD di DPRD Ngada, setelah menerima DIPA tahun 2014 di Kupang pada Jumat (20/12). Kedua kegiatan ini sama pentingnya, sehingga saya harus hadir. Satu-satunya jalan, hanya dengan Merpati pada Sabtu pagi," ujarnya.

"Saya sampai mengemis minta bantuan agar Merpati dapat memahami keadaan ini, namun tidak digubris juga. Saya sama sekali tidak dihiraukan, malah dilempar kesana kemari. Saya sudah jelaskan bahwa saya ini bupati, namun tak ada yang peduli," ujarnya.

Sarana dan prasarana dasar Bandara Turelelo Soa, mulai dari proses pembebasan lahan sampai perpanjangan landasan pacu, dibangun pada masa pemerintahan Bupati Marianus Sae, karena ia tahu bahwa Ngada memiliki potensi sumber daya alam serta pariwisata yang cukup handal untuk dijual kepada para investor.

"Tetapi pada saat kami membutuhkan layanan untuk kepentingan rakyat, kami tidak dihiraukan. Kami tidak bertanya berapa keuntungan mereka. Kami tidak pernah meminta tiket gratis dan itu haram untuk kami."

"Kami membangun bandara dari uang rakyat untuk mereka mendarat dan lepas landas untuk mendapat keuntungan. Tapi di saat yang sama, saya sebagai bupati, sebagai kepala wilayah, sebagai simbol dari daerah ini, sampai mengemis-ngemis, memohon-mohon tidak digubris," kata Marianus.

Menurut dia, sidang DPRD Ngada untuk memutuskan kebijakan pembangunan kabupaten ini setahun ke depan, termasuk bandara, sementara orang yang menikmati keuntungan dari kebijakan dan perjuangan ini tidak memiliki tanggung jawab sama sekali, bahkan sama sekali tidak peduli.

"Ini yang saya tidak setuju. Mereka harus memiliki tanggung jawab yang sama," kata Marianus mengungkap kekecewaannya sampai memerintahkan Satpol PP untuk memblokade landasan pacu Bandara Turelelo Soa agar tidak didarati Merpati.

Anggota Komisi V DPR dari daerah pemilihan NTT Saleh Husin menilai langkah yang ditempuh Bupati Ngada Marianus Sae dengan menutup bandara tersebut adalah sebuah tindakan yang keliru, sekalipun tidak mendapatkan tiket.

"Menutup bandara bukan upaya untuk mencari jalan pemecahannya. Semua persoalan bisa dikomunikasikan dengan baik," kata politisi asal Partai Hanura itu, dan menilai tindakan Bupati Marianus sebagai bentuk arogansi yang tidak dapat dibenarkan, karena telah mencoreng citra penerbangan di Indonesia.

Mungkinkah persoalan ini dapat dibawa ke ranah hukum pidana? "Kami menyerahkan semua persoalan ini kepada aparat penegak hukum untuk memrosesnya, karena kami tidak akan mengambil tindakan apa-apa," kata Kepalam Humas Kementerian Perhubungan Bambang S Evan kepada pers.

GM Merpati Kupang Djibrel de Hock mengatakan PT Merpati Nusantara Airlines cabang Kupang menyatakan persoalan dengan Bupati Ngada Marianus Sae telah selesai, meski insiden pemblokiran bandara tersebut sedikit membuat cemas maskapai penerbangan MNA yang hendak mendarat di bandara tersebut.

"Ada pergerakan di Bandara Turolelo, sehingga kami tidak bisa mendarat dan kembali ke El Tari Kupang," katanya dan menambahkan penumpang pesawat Merpati rute Kupang-Turolelo pada Sabtu (21/12) pagi itu memang penuh dan ada kemungkian miskomunikasi antara petugas Merpati dengan orang yang mengurus tiket untuk Bupati Ngada sampai memicu terjadinya aksi blokade tersebut.

Kini, Merpati kembali terbang dan melayani rute penerbangan Kupang-Turelelo, pp seperti biasa mulai Senin (23/12), dengan harapan Merpati tak lagi mengingkar janji agar Bupati Marianus Sae bisa terbang lagi bersama si burung besi itu. (Laurensius Molan)

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement