Senin 23 Dec 2013 15:45 WIB

Aliansi Petani Tuntut Pembangunan Industri Pertanian

Rep: Meiliani Fauziah/ Red: Nidia Zuraya
Lahan pertanian kedelai
Foto: rri.co.id
Lahan pertanian kedelai

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Petani menuntut agar pemerintah mendukung sektor pertanian dengan membangun industri. Apabila hanya mengandalkan penanaman semata, petani sebagai produsen tidak dapat meningkatkan taraf hidup. Petani yang tergabung dalam Aliansi Petani Indonesia (API) pun menuntut pemerintah agar segera mengevaluasi Harga Pembelian Pemerintah (HPP) terhadap gabah dan beras.

Sekjen API, Nurdin mengatakan pemerintah harus mengubah regulasi terkait pertanian jika ingin meraih kedaulatan pangan. Selama ini kebijakan yang muncul dibuat bukan berdasarkan kepentingan pertanian, melainkan perhitungan statistik semata. "Negara punya logikanya sendiri dan memaksa petani mengikuti kebijakan yg dipaksakan," ujarnya saat menghadiri Forum Komunikasi Petani Beras Indonesia, Senin (23/12).

Tanpa kebijakan yang tepat, petani dipandang semata alat produksi. Peningkatan kompetensi individu kurang didorong agar mereka mempunyai kemampuan membuat nilai tambah produk. Akibatnya makin banyak yang  enggan menjadi petani karena penghasilan yang didapatkan terbatas. Di Indonesia, sektor pertanian masih didominasi angkatan kerja generasi tua.

Masalah bertambah ketika pemerintah meminta petani menggunakan benih hidbrida. Praktisi pertanian di Indramayu, Joharipin mengatakan hasil tanam dari benih hibrida ditolak oleh tengkulak. Penolakan ini karena beras yang dihasilkan kualitasnya rendah. "Berasnya patah-patah, tidak laku dijual," katanya dalam forum yang sama.

Apabila petani dipaksa terus menggunakan beras hibrida, tinggal tunggu waktu sampai akhirnya petani makin terpinggirkan. Pemerintah bisa mencegah hal ini dengan lebih memberdayakan petani dengan membangun industri pertanian agar petani bisa menghasilkan benih yang unggul, memproduksi beras dengan cara yang baik dan benar, hingga mengetahui bagaimana cara memasarkan produknya.

Dengan mempunyai benih yang berkualitas, petani bisa menjual berasnya dengan harga lebih baik. Saat ini hanya 20 persen petani padi yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang mumpuni untuk mengembangkan lahannya.

Berdasarkan Sensus Tani 2013, jumlah keluarga petani saat ini turun lebih dari 5 juta jiwa. Saat ini  kepemilikan lahan rata-rata 0,25 hektare (ha) per bulan kurang dari Rp 500 ribu. Pendapatan petani dengan rata-rata kepemilikian 0,25 ha per musim yaitu Rp 1.760.052.

Saat ini dukungan pemerintah terhadap kesejahteraan petani dipandang minim. Upaya pemerintah sebatas diimplementasikan dalam bentuk penerapan harga dasar gabah dan penyerapan oleh Perum Bulog. Namun kenyataannya, pembelian gabah terjadi pada saat harga turun, dibawah harga pasar yang ditetapkan pemerintah. API juga meminta agar pemerintah melakukan evaluasi Harga Pembelian Pemerintah (HPP).

Kebijakan HPP yang berlaku saat ini hanya mengacu pasa satu parameter tunggal. Beras dan gabah dengan kualitas apapun harganya relatif sama. Padahal mutu beras yang dihasilkan tidak sama antara satu daerah dan daerah lainnya.  Akibatnya industri beras dan padi tidak maju. HPP pun tidak mencerminkan kualitas gabah dan beras yang beragam.

"Pemerintah harus memprioritaskan agar pertanian bisa menopang perekonomian keluarga petani. Salah satu caranya dengan  segera lakukan evolusi HPP," ujar Presiden Wahana Masyarakat Tani dan Nelayan Indonesia (WAMTI) Agusdin Pulungan.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement