REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menilai pemberantasan korupsi yang dilakukan penegak hukum belum mampu menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik.
Ini misalnya terbukti dari data yang dikeluarkan Transparancy International (TI) tentang peringkat korupsi Indonesia berdasarkan persepsi publik secara global.
"Pada 2013 indeks persepsi publik terhadap korupsi di Indonesia ada diperingkat 114 dari 177 negara. Pada 2012 peringkat Indonesia 118 dari 176 negara," kata Ketua Bidang Hukum DPP PDI Perjuangan, Trimedya Panjaitan dalam jumpa pers 'Catatan Akhir Tahun Hukum dan HAM 2013', di Jakarta, Senin (23/12).
Trimedya mengakui penegakan hukum di Indonesia selama 2013 berjalan gencar. KPK sekarang sudah berani menyasar Ketua SKK Migas, Ketua Mahkamah Konstitusi, dan yang terakhir Gubernur Provinsi Banten.
Kondisi ini kata Trimedya berbeda dengan KPK periode sebelumnya yang hanya berani menyasar anggota DPR dengan kasus suap dan gratifikasi. "Ini menunjukan pemberantasn korupsi KPK tidak hanya terjadi di wilayah legislatif, tapi juga eksekutif dan yudikatif," ujar Trimedya.
Ada sejumlah hal yang menurut PDIP perlu diperhatikan KPK dalam menjalankan tugas pemberantasan korupsi. Pertama, KPK harus konsisten menjalankan roadmap pemberantasan korupsi sesuai dengan undang-undang.
Trimedya menyatakan terdapat beberapa kasus yang semestinya bukan menjadi wewenang KPK namun justru ditangani KPK.
"Contoh penangkapan seorang Jaksa di Tangerang Banten dengan bukti Rp 1,5 juta. Sebaliknya banyak kasus besar yang belum selesai seperti Bank Century, Bank Indover, BLBI, dan Kasus Monsanto," kata Trimedya.
Kedua, fungsi kordinasi dan supervisi yang dimiliki KPK belum berjalan optimal. Trimedya menyatakan antara KPK, Kepolisian, Kejaksaan, PPATK, dan BPK belum berjalan baik. "Hal ini dapat ditunjukan dari sedikitnya kasus pidana korupsi yang didapatkan melalui fungsi kordinasi dan supervisi," ujar Trimedya.