REPUBLIKA.CO.ID, TRENGGALEK -- Saniman Akbar Abbas, mantan ketua DPRD Trenggalek yang menjadi terpidana korupsi uang perjalanan dinas, dilarikan ke RSUD dr Soedomo, Trenggalek, Jawa Timur.
Informasi yang diperoleh Antara di RSUD dr Soedomo, Rabu (25/12) menyebutkan mantan ketua DPRD Trenggalek periode 2009-2013 tersebut masuk rumah sakit pada Selasa (23/12) siang pukul 11.30 WIB dengan menggunakan kendaraan Rutan Trenggalek.
Abbas yang tampak didampingi keluarganya dan dikawal sejumlah sipir dan anggota kepolisian tersebut, kemudian dimasukkan ke ruang perawatan paviliun nomor 10, setelah lebih dulu menjalani observasi awal tim kesehatan setempat.
"Iya benar, saudara Akbar Abbas kami bantarkan ke rumah sakit karena kondisi kesehatannya terus memburuk," kata Humas Rutan Trenggalek, Adi Santono. Menurut data medis dari klinik kesehatan Rutan, Saniman diduga menderita komplikasi penyakit usus buntu dan infeksi saluran kencing (kencing batu).
Upaya perawatan standar sebenarnya telah dilakukan oleh tim medis di klinik rutan maupun dengan mengundang dokter serta tenaga kesehatan puskesmas terdekat, namun kondisi Abbas dilaporkan terus menurun.
Adi tidak bisa memastikan berapa lama mantan Ketua PDIP Trenggalek yang dilengserkan secara paksa itu berada di rumah sakit. Pemulangan Abbas ke dalam rutan, menurut Adi Santoso, hanya akan dilakukan jika telah mendapat rekomendasi dokter yang merawatnya di rumah sakit.
Seorang polisi dan seorang sipir ditugaskan untuk melakukan pengawalan terhadap terpidana korupsi uang perjalanan dinas 43 anggota DPRD Trenggalek pada kurun tahun 2010-2012 tersebut, selama menjalani perawatan.
Akbar Abbas dijebloskan ke penjara pada awal Agustus 2013, setelah Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya memvonisnya bersalah dan bertanggung jawab atas pemotongan dana perjalanan dinas 43 anggota DPRD Trenggalek tahun 2010-2013 sebesar tiga persen.
Di Pengadilan Tipikor, Akbar Abbas mulanya hanya dijatuhi vonis penjara dua tahun (24 bulan) dan denda sebesar Rp200 juta. Namun, pada tingkat banding, hukuman tersebut kemudian diperberat oleh Pengadilan Tinggi Jawa Timur menjadi 48 bulan dan denda Rp 200 juta.