REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Himpunan Pedagang Pasar Hayam Wuruk Indah Lindeteves (HIPPHWIL) mengirimkan surat pengaduan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo atas perlakuan tidak adil yang dilakukan Direktur Utama PD Pasar Jaya.
Direktur Utama PD Pasar Jaya Jangga Lubis dituding menyalahgunakan wewenangnya dengan tidak memperpanjang Hak Pemakaian Tempat Usaha (HPTU) para pedagang meskipun mereka mau membayar.
"Diduga dia (Dirut PD Pasar Jaya) menyewakannya kepada orang lain yang berani menyewa dengan harga lebih tinggi," kata pengacara pedagang Hayam Wuruk Indah Otto Hasibuan melalui keterangan pers yang diterima di Jakarta, Kamis (26/12) malam.
Otto menjelaskan PD Pasar Jaya mengirimkan surat edaran pada 18 September 2013 yang berisi imbauan kepada para pedagang untuk membayar perpanjangan sewa kios sebelum 30 September 2013 ke pihak developer, yakni PT Graha Agung.
Para pedagang mempertanyakan mengapa sewa kios harus dibayarkan kepada developer bukan kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Padahal pasar itu merupakan aset negara.
"Kenapa harus pakai developer. Developer itu ada 'fee'-nya. Sehingga ada potensi kerugian uang negara. KPK harus turun tangan di sini," kata Otto.
Dugaan adanya penyimpangan juga semakin nyata dengan ditunjuknya PT Graha Agung sebagai developer secara langsung tanpa tender. Padahal, kata dia, seandainya ada tender, para pedagang bersedia ikut serta agar bisa mengelola sendiri kios mereka.
Selain itu, menurut Otto, ketika para pedagang bersedia membayar sewa kepada pihak developer, para pedagang kembali dipersulit. Saat menyambangi PT Graha Agung untuk membayar sewa pedagang diminta membayarnya ke PD Pasar Jaya, begitu pula sebaliknya.
"Pedagang 'di-pingpong'. Salah satunya pedagang bernama pak Kaufman dan keluarga, mereka mencoba membayar sewa HPTU 19 kios miliknya, namun ditolak karena katanya ada Perda yang melarang memiliki kios lebih dari lima, padahal para pedagang merasa tidak pernah disosialisasikan mengenai perda tersebut," ujar dia.
Selaku kuasa hukum, Otto menduga ada keganjilan terkait berbagai penolakan yang dilakukan PD Pasar Jaya atas niat baik para pedagang.
"Ini kan aneh, semua permintaan PD Pasar Jaya sudah dipenuhi. Bahkan ada yang sudah mengurangi jatah kiosnya namun tetap saja tidak diizinkan membayar sewa. PD Pasar Jaya punya kepentingan apa di balik ini," kata Otto.
Belakangan PD Pasar Jaya dikabarkan menyegel sejumlah kios milik pedagang, meski masa sewa baru berakhir 31 Desember 2013. Otto mengatakan terdapat 42 kios yang disegel.
"Jangan-jangan PD Pasar Jaya sengaja mengulur-ngulur waktu sampai lewat masa pembayaran sehingga terjadi wanprestasi. Jadi kios itu bisa disewakan kepada orang lain, sebab kios-kios itu berada di lokasi strategis," katanya.
Menurut kabar yang beredar, kata dia, sejumlah kios akan disewakan senilai Rp7,5 miliar atau tiga kali lipat dari harga asli yang ditawarkan. Otto memperkirakan akan ada potensi kerugian negara hingga setengah triliun.
"Jadi selain KPK, pak Jokowi dan pak Ahok (Wagub DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama) harus turun tangan di sini," ujar dia.
Menurut Otto para pemilik kios sudah mengajukan persoalan ini ke berbagai lembaga, seperti Komnas HAM hingga Ombudsman. Namun lantaran tidak ada itikad baik dari pihak PD Pasar Jaya, akhirnya mereka mengirim surat kepada KPK dan Jokowi-Ahok.
Para pedagang juga sudah mendaftarkan gugatan mereka ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur.