REPUBLIKA.CO.ID, Dari segi corak ideologi dan teologi yang diusung, komposisi ulama yang duduk di majelis Liga Dunia Islam menunjukkan empat ideologi dan teologi utama Islam kontemporer. Majelis diketuai oleh mufti besar Arab Saudi Muhammad bin Ibrahim Alu as-Syekh. Ini untuk memastikan kendali minimum dari Wahabi. Di antara delapan ilmuwan, terdapat Abulhasan Ali an-Nadvi dari Lucknow, India, yang mewakili Salafi klasik. Terdapat pula nama Abu al-A’la al-Maududi dari Pakistan.
Proporsi perwakilan ini dipertahankan sejak pendirian Liga. Sesuai dengan itu, ilmuwah Wahabi Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz mengambil alih kursi kepresidenan majelis anggota setelah mufti besar wafat. Sementera, kendali administrasi Liga dipegang oleh para intelektual asal Hijaz.
Tak dapat dimungkiri, di satu sisi Liga bertindak sebagai corong pemerintah Arab Saudi. Karena, sejak awal pendanaan Liga, berasal dari pelayan dua Tanah Haram tersebut. Tapi, ini bukan berarti Liga sepenuhnya dibawah kendali pemerintah. Justru, acap kali Liga yang dipenuhi dengan aliran-aliran yang berbeda itu mampu merumuskan program dan kegiatan yang berseberangan dengan otoritas resmi Kerajaan.
Pada 1970-an, Liga secara bertahap memperluas kegiatannya dalam bidang koordinasi, dakwah, yurisprudensi, dan kesejahteraan sosial. Pada 1974, Liga mengundang 140 delegasi ke Konferensi Organisasi Islam dan memutuskan untuk mendirikan majelis di tiap benua, majelis Islam lokal di 28 komunitas Muslim minoritas, dan komite koordinasi.
Pada 1975, Liga membentuk Dewan Masjid Dunia. Dewan ini bertugas untuk mengoordinasi kegiatan dakwah serta mengatur beberapa dewan masjid regional dan lokal. Pada tahun berikutnya, Liga juga membentuk majelis yurisprudensi, Akademi Fikih, dan terakhir Organisasi pembebasan Islam Internasional.