REPUBLIKA.CO.ID, TEMANGGUNG -- Ratusan warga Desa Ketitang, Kabupaten Temanggung, Jumat, mengikuti tradisi "nyadran" di tempat pemakaman umum desa setempat dengan membawa makanan.
Warga melakukan doa bersama dipimpin juru kunci, Jufriyanto dan tokoh agama kiai Saubari. Doa bersama sebagai wujud syukur atas segala nikmat yang telah diberikan dan meminta keselamatan serta tambahan nikmat kepada Tuhan.
Usai berdoa, warga kemudian membuka rantang dan bungkusan berisi makanan yang dibawa dari rumah untuk makan bersama di kompleks makam.
Juru kunci makam, Jufriyanto mengatakan, upacara adat sadranan di Desa Ketitang berlangsung dua kali dalam setahun, yakni pada bulan Ruwah dan Safar berdasarkan penanggalan Jawa.
Dalam rangkaian upacara adat tersebut juga digelar wayang kulit, yang berlangsung selama dua malam dan pengajian akbar. Sepekan sebelum nyadran dilakukan tradisi "nyadran kali", yakni membersihkan saluran irigasi.
"Wayang kulit ini sebagai upacara meruwat desa sehingga terlepas dari mara bahaya," katanya.
Kiai Saubari mengatakan, tradisi nyadran untuk melestarikan budaya dan adat istiadat. Dalam ritual itu terkandung banyak kearifan lokal, antara lain kegotongroyongan, kebersamaan, mencintai alam semesta, dan kedamaian serta kesederhanaan.