REPUBLIKA.CO.ID,KARIMUN--Nelayan kesulitan membeli solar bersubsidi di stasiun pengisian bahan bakar (SPBB) terapung yang dikelola PT Gas Eka Jaya Indo Utama di Tanjung Balai Karimun, Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau.
"Setiap pekan nelayan mengeluh kepada kami bahwa mereka kesulitan mendapatkan solar di SPBB. Kami menduga solar tersebut diselewengkan," kata Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Karimun Amirullah di Tanjung Balai Karimun, Senin.
Amirullah mengatakan pasokan solar ke SPBB lancar tapi sering putus distribusinya ke konsumen. Kondisi tersebut, menurut dia menimbulkan kecurigaan bahwa solar tersebut dijual untuk kebutuhan industri.
"Kami menilai pengawasan sangat kurang. Kalau diawasi, tentu tidak demikian kondisinya sehingga timbul pertanyaan kemana solar tersebut didistribusikan," kata dia.
Ia juga menilai persyaratan untuk membeli solar sangat memberatkan nelayan karena harus mengantongi surat rekomendasi dari Dinas Perikanan dan Kelautan setiap hendak membeli solar.
"Birokrasinya kami nilai berbelit-belit, padahal nelayan beli untuk kebutuhan melaut. Kalau tiap beli solar harus mengurus surat rekomendasi sangat memberatkan. Harusnya dipermudah, misalnya cukup mengantongi surat rekomendasi untuk pembelian solar selama satu bulan," tuturnya.
Kalangan nelayan curiga solar bersubsidi di SPBB tersebut digunakan untuk bahan bakar "tugboat" penarik tongkang granit milik pengusaha As, transportir atau penyedia angkutan solar tersebut.
"Minyaknya tidak dibongkar habis, tapi ada yang dibawa ke dermaga transportir di Kolong milik pemilik angkutan. Di sana minyaknya disedot ke kapal-kapal tugboat yang mengangkut batu granit yang sandar di pelabuhan Kolong," ucap seorang nelayan yang minta tidak disebutkan namanya.
Akibatnya, kata dia, nelayan mengeluh karena tidak mendapatkan bahan bakar untuk melaut. "Kalaupun diberi, jumlahnya dibatasi," ucapnya.
Ia meminta aparat penegak hukum mengusut tuntas pendistribusian solar subsidi di SPBB tersebut karena praktik tersebut merugikan nelayan.
"Kadang-kadang kami terpaksa beli solar nonsubsidi agar tetap bisa ke laut. Kami berharap masalah ini diusut tuntas karena solar yang dijual itu kan disubsidi untuk kebutuhan masyarakat," ucapnya.
Sementara itu, supervisor SPBB PT Gas Eka Jaya Indo Utama ketika ditemui di SPBB terapung tersebut pada Sabtu (28/12) membantah persediaan solar dialihkan untuk kebutuhan tugboat pengangkut batu granit.
"Kita pun tidak berani begitu, kalau jual seperti itu sama saja sebelah kaki kita di penjara. Ini kan minyak subsidi yang jelas peruntukannya," ucapnya.
Ia juga menyangkal persediaan solar sering putus. "Tetap ada, tapi kadang-kadang kalau nelayan isi banyak-banyak mau kemana. Kadang ada nelayan yang betul ada pula yang tidak betul," ucapnya.
Mengenai jatah solar, ia mengatakan Dinas Perikanan mematok 25 ton untuk satu kali pembelian bagi kapal-kapal ikan berbobot besar, semisal kapal nelayan cumi atau rawai.