REPUBLIKA.CO.ID, Belajar menjadi qanaah sebenarnya tidak sulit. Menurut Ibrahim bin Muhammad al-Haqil dalam bukunya, al-Qanaah Mafhumuha, Manafi’uha, al-Thariq Ilaiha, ada beberapa kiat menjadi qanaah.
Pertama, pengakuan secara tulus bahwa Allah itu Mahaadil dalam membagi rezeki bagi semua makhluk-Nya, termasuk manusia. Rezeki yang diberikan oleh Allah kepada manusia tidak diukur menurut tingkat pendidikan, kedudukan, dan jabatan. Rezeki tidak selalu berbanding lurus dengan status sosial, jabatan, dan jenjang pendidikan.
Kedua, melatih diri untuk tidak iri dan dengki terhadap kelebihan dan kekayaan yang diberikan kepada orang lain. Sebab, iri dan dengki hanya akan menambah penderitaan jiwa dan pengikisan amal kebajikan si pendengki. Kekayaan yang diberikan oleh Allah merupakan ujian bagi yang menerimanya, apakah dia bisa memanfaatkan dan mensyukurinya dengan baik atau justru mengingkarinya.
Ketiga, menyadari sepenuh hati bahwa jabatan dan kekayaan itu amanah yang harus dipertanggungjawabkan di dunia dan akhirat. Oleh karena itu, ambisi berlebihan untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan, khususnya kekuasaan politik, hanya akan memperturutkan nafsu politik daripada mengedepankan kearifan dan peningkatan kinerja demi kemaslahatan dan kemajuan umat manusia.
Keempat, menyikapi segala anugerah, kecil maupun besar, sedikit maupun banyak, dengan meningkatkan rasa syukur. Yakinilah bahwa yang membuat pemberian Allah itu bermakna dan bernilai tambah adalah syukur.
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku) maka pasti azab-Ku sangat berat.” (QS Ibrahim [14]: 7).