REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA - Anggota Komisi III DPR, Nasir Djamil mengkritik kinerja Detasemen Khusus (Densus) 88 Polri. Menurut Nasir Densus 88 mestinya melumpuhkan para terduga teroris hidup-hidup, bukan meninggal.
"Kalau kita mengacu kepada hukum seharusnya teroris dilumpuhkan hidup-hidup dan kemudian diadili sehingga keadilan dan kepastian hukum terwujud bagi teroris," kata Nasir ketika dihubungi Republika, Rabu (1/1).
Nasir mengatakan di tangan Densus 88 para terduga teroris mesti berakhir tragis. Mereka menemui ajal tanpa menjalani proses pembuktian hukum. Sebab menurutnya Polri dan Densus 88 selalu beralasan terduga teroris yang dibunuh membahayakan polisi dan masyarakat.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera ini menilai apa cara kekerasan yang dipertontonkan Densus 88 tidak akan mampu memutus mata rantai terorisme. Sebaliknya cara semacam itu malah akan menimbulkan perasaan dendam dari pihak-pihak yang merasa anggota keluarga atau koleganya dijadikan korban Densus 88. "Menurut saya justru akan menimbulkan dendam baru dan tidak mengurangi terorisme," ujarnya.
Selama ini menurut Nasir terorisme berada di wilayah yang masih gelap bagi publik dan kalangan parlemen. Otoritas penanganan terorisme diberikan kepada polri dan BNPT.
Nasir berharap kedua lembaga tersebut bisa bekerjasama menangani terorisme lebih baik. "Karenanya kita berharap bahwa adanya kerjasama yang terencana dan sinergisitas antara polri, BNPT dan ormas-ormas besar di Indonesia untuk melakukan deradikalisasi ideologi terorisme yang melakukan kerusakan di bumi Indonesia," katanya.