REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Dayat, salah satu teroris yang tewas saat penggerebekan oleh Tim Densus 88 di Kampung Sawah, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, pernah mengaku bekerja sebagai kurir ekspedisi. "Pak Dayat disini mengaku kerja sebagai kurir ekspedisi di wilayah Cipulir," kata Poltak Samuel Marpaung, warga Rempoa, Rabu (1/1).
Dijelaskannya, Dayat bersama rekannya selalu berangkat kerja pukul 9 pagi dan pulang pukul 10 malam bahkan hingga tengah larut malam. Saat berada di rumah, Dayat bersama rekannya selalu berada di dalam kontrakan dan tidak pernah bersosialisasi bahkan berbincang.
Akibatnya, warga setempat tidak pernah mengetahui aktifitasnya dan identitasnya secara jelas. Kecuali pemilik kontrakan yakni, Wito. "Di rumah kontrakan hanya ada saat pagi dan malam hari saja. Kalaupun ada di rumah, pintu rumah kontrakan selalu tertutup rapat," katanya.
Bahkan, warga pernah berupaya untuk berbicara dan melihat dalam rumah kontrakan tetapi tak pernah diizinkan. Kedua teroris tersebut pun hanya membuka sedikit jendela rumah kontrakan meski kondisinya sangat minim udara dan panas. "Saya juga bingung, padahal di dalam kontrakan itu sangat panas. Tetapi, mereka sangat kuat berada di dalamnya," ujar Metia, yang tinggal bersebelahan dengan Dayat.
Sebelumnya, lima anggota Densus 88 Antiteror menggerebek rumah kontrakan milik terduga teroris di Jalan Delima I, RT 8/2 No. 9, Rempoa, Ciputat Timur, Tangerang Selatan, Banten, Rabu (1/1).