REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah masih mengizinkan minuman dengan kadar alkohol 5 persen beredar. Namun ada beberapa syarat dan ketentuan yang dikeluarkan pemerintah terkait peredaran ini.
Peraturan Presiden 74/2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol yang ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 6 Desember 2013. Peraturan Presiden ini diterbitkan menyusul Putusan Mahkamah Agung Nomor 42P/HUM/2012 tanggal 18 Juni 2013 yang menyatakan Keputusan Presiden (Kepres) 3/1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol sebagai tidak sah, dan tidak mempunyai kekuatan hukum.
Peredaran minuman beralkohol itu hanya dapat dilakukan setelah memiliki izin dari Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). “Minuman Beralkohol hanya dapat diperdagangankan oleh pelaku usaha yang telah memiliki izin memperdagangkan minuman beralkohol dari Menteri Perdagangan,” bunyi Pasal 4 Ayat (4) Perpres ini.
Ditegaskan dalam Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2013 ini, minuman beralkohol yang berasal dari produksi dalam negeri atau asal impor harus memenuhi standar mutu produksi yang ditetapkan oleh Menteri Perindustrian, serta standar keamanan dan mutu pangan yang ditetapkan oleh Kepala BPOM.
Pasal 7 Perpres ini menegaskan, Minuman Beralkohol golongan A, B, dan C hanya dapat dijual di: a. Hotel, bar, dan restoran yang memenuhi persyaratan sesuai peraturan perundang-undangan di bidang kepariwisataan; b. Toko bebas bea; dan c. Tempat tertentu yang ditetapkan oleh Bupati/Wali Kota dan Gubernur untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
“Penjualan dan/atau peredaran Minuman Beralkohol di tempat tertentu yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota dan Gubernur untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagaimana dimaksud huruf c tidak berdekatan dengan tempat peribadatan, lembaga pendidikan dan rumah sakit,” begitu bunyi Pasal 7 Ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2013, di luar tempat-tempat tersebut, minuman beralkohol golongan A juga dapar dijual di toko pengecer dalam bentuk kemasan.
Perpres ini juga memberikan wewenang kepada Bupati/Wali Kota dan Gubernur untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta menetapkan pembatasan peredaran minuman beralkohol dengan mempertimbangkan karakteristik daerah dan budaya lokal. Melalui Perpres ini, Presiden memerintahkan Bupati/Wali Kota dan Gubernur untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta melakukan pengendalian dan pengawasan terhadap produksi, peredaran dan penjualan minuman beralkohol tradisional untuk kebutuhan adat istiadat atau upacara keagamaan di wilayah kerja masing-masing