REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Wakil Ketua MPR RI Hajriyanto Y Thohari menilai bahwa tindakan penembakan oleh Detasemen Khusus (Densus) 88 dalam penangkapan terduga teroris di Ciputat tidak sesuai dengan konstitusi karena tidak menjalankan prinsip-prinsip negara hukum.
"Tindakan Tim Densus 88 dalam menangani terduga teroris di Ciputat itu kurang tepat karena tidak sejalan dengan konstitusi yang menyatakan Indonesia sebagai negara hukum," kata Hajriyanto di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, tindakan Tim Densus 88 Antiteror yang menembak mati para terduga teroris saat penangkapan telah melanggar prinsip-prinsip supremasi hukum.
"Saya hanya mengingatkan kepada Kepolisian RI, terutama Densus 88, akan bunyi UUD 1945 pasal 1 ayat 3 bahwa Indonesia adalah negara hukum. Maka para terduga teroris itu boleh dihukum mati, tetapi harus melalui keputusan pengadilan. Itu baru namanya negara hukum," ujarnya.
Hajriyanto menekankan bahwa setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama di hadapan hukum, maka setiap orang yang diduga melanggar hukum harus tetap ditindak dengan proses penegakan hukum yang tepat.
"Artinya, 'due process of law' (proses penegakan hukum) itu sendiri tentu tidak boleh dilakukan dengan cara-cara yang bertentangan dengan hukum," katanya.
"Jadi, teroris boleh dihukum mati di Indonesia dengan cara ditembak, namun penembakan itu harus berdasarkan keputusan pengadilan," ujarnya.
Terkait dengan perspektif tersebut, kata dia, maka penanganan terorisme di Ciputat yang dilakukan oleh Densus 88 itu kurang sejalan dengan prinsip-prinsip negara hukum.
"Apa karena teroris maka boleh 'di-dor' di tempat? Kalau begitu, kenapa para koruptor tidak ditembak di tempat saja ketika digerebek tanpa harus dibawa ke pengadilan? Itu kan sama-sama terduga, terduga koruptor dan terduga teroris," ucap Hajriyanto.
Selain itu, dia mengatakan Kepolisian RI tentu harus menjunjung tinggi asas praduga tidak bersalah dalam menjalankan tugasnya.