REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Para nelayan tradisional di Kabupaten Indramayu diimbau untuk mewaspadai ancaman gelombang tinggi di laut. Pasalnya, dalam dua pekan terakhir, cuaca di laut kurang bersahabat.
''Jika memang cuaca tidak memungkinan, jangan memaksakan diri untuk melaut,'' ujar Komandan kesatuan pengawasan laut dan pantai (KPLP) Kantor Pelabuhan Kabupaten Indramayu, Koko Sudeswara, Kamis (2/1).
Koko mengatakan, gelombang tinggi dapat menyebabkan perahu kecil milik nelayan terbalik. Selain membahayakan keselamatan jiwa, kondisi itu juga akan membuat nelayan mengalami kerugian materi akibat rusaknya perahu.
Sementara itu, buruknya cuaca di laut tidak berpengaruh terhadap kapal-kapal besar. Mereka tetap dapat melaut dan menghasilkan ikan dalam jumlah besar.
Hal itu terbukti dengan hasil perolehan transaksi lelang di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Karangsong, Kecamatan/Kabupaten Indramayu. Di tempat lelang itu, produksi ikan tetap stabil, yakni rata-rata 80 ton per hari dengan nilai transaksi Rp 800 juta- Rp 1 miliar.
Manager TPI Karangsong, Rusmadi, mengungkapkan, cuaca buruk yang terjadi sejak Desember 2013 memang berpengaruh terhadap produktivitas nelayan.
Namun, kondisi itu hanya terjadi pada para nelayan yang menggunakan kapal kecil di bawah 20 gross tonnage (GT). ‘’Kalau cuaca buruk, nelayan dengan kapal kecil menjadi susah untuk melaut,’’ tutur Rusmadi.
Hal itu berbeda dengan kapal-kapal besar yang berbobot di atas 20 GT. Rusmadi menyatakan, nelayan yang melaut dengan kapal-kapal besar relatif bisa menghadapi cuaca buruk di laut.
Rusmadi menyebutkan, dengan kapal besar berukuran 20-50 GT, para nelayan bisa mendapatkan puluhan ton ikan laut sekali melaut. Mereka kerap melaut hingga ke perairan Kalimantan, Sumatra, hingga Sulawesi.
‘’(Dengan adanya hasil tangkapan dari kapal-kapal besar itu), transaksi ikan di TPI Karangsong menjadi stabil,’’ ujar Rusmadi menjelaskan.
Lebih lanjut Rusmadi menerangkan, hingga akhir pekan Desember 2013 lalu, nilai transaksi sepanjang 2013 di TPI Karangsong mencapai Rp 320 miliar.
Ia mengungkapkan, pada tahun 2014, pihaknya menargetkan nilai transaksi mencapai lebih dari Rp 350 miliar. Peningkatan target tersebut dilakukan karena sekarang banyak bermunculan kapal-kapal baru berukuran besar.
Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia Jawa Barat, Ono Surono, membenarkan banyaknya permintaan pembuatan kapal nelayan berukuran besar, yakni antara 30 – 50 GT.
Ono menyebutkan, tahun 2012, permintaan pembuatan kapal besar hanya sepuluh unit. Sedagkan pada 2013, permintaan itu melonjak menjadi lebih dari 20 unit.
Desa Karangsong, Kecamatan/Kabupaten Indramayau merupakan sentra pembuatan kapal besar. Di Karangsong, sedikitnya ada 200 perajin kapal dan 40 pengusaha kapal.
Pembuatan satu unit kapal, ungkap Ono, biasanya dikerjakan oleh sekitar sepuluh orang dalam rentang waktu antara tiga sampai empat bulan.
Namun, lamanya pengerjaan kapal biasanya bergantung pada ketersediaan bahan baku. Selama ini, bahan baku pembuatan kapal-kapal besar itu berupa kayu merbau berasal dari Nusa Tenggara Barat.
Pembuatan kapal besar pun membutuhkan biaya yang besar. Untuk kapal dengan panjang sekitar 19 meter, dibutuhkan biaya sekitar Rp 3 miliar.
Seorang nelayan asal Desa Karangsong, Sukri, mengungkapkan, hasil tangkapan ikan dengan kapal besar memang bisa mencapai puluhan ton. Selain itu, melaut dengan kapal besar juga lebih aman dan stabil.
Karenanya, dia akhirnya lebih memilih untuk menjadi anak buah kapal (ABK) pada kapal besar dibandingkan melaut sendiri dengan kapal kecil miliknya.