REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Lima staf organisasi bantuan internasional Doctors Without Borders diculik di Suriah utara, Jumat (3/1). Juru bicara organisasi tersebut Michael Goldfarb mengatakan, mereka diculik dari markas organisasi dan telah kehilangan kontak sejak Kamis malam.
Dia tidak mengatakan apakah staf yang hilang disandera oleh pasukan pemerintah atau kelompok pemberontak yang berjuang menggulingkan Presiden Bashar Assad. Goldfarb menolak memberikan rincian lebih lanjut karena lebih mementingkan keselamatan para pekerja yang hilang.
Juru bicara Doctors Without Borders cabang Swedia, Karin Ekholm mengatakan lima staf merupakan warga negara Swedia, Denmark, Swiss, Belgia dan Peru. Organisasi cabang Denmark telah mengonfirmasi adanya warga Denmark di antara lima staf itu.
"Kami melakukan semua yang kami bisa untuk melakukan kontak dengan rekan-rekan kami," kata cabang Denmark seperti dilansir AP, Jumat (3/1).
Kepala Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia Rami Abdurrahman yang berbasis di Inggris mengatakan, anggota Negara Islam Alqaida di Irak dan Levant (ISIL) telah menyerbu sebuah rumah sakit di provinsi barat laut Latakia. Mereka membawa semua dokter ke lokasi yang tidak diketahui. Lainnya dibawa dari rumah mereka oleh anggota ISIL.
Abdurrahman mengatakan tidak jelas apakah anggota Doctors Without Borders termasuk di antara mereka yang dibawa di Latakia. Selama enam bulan terakhir terjadi gelombang penculikan di wilayah yang dikuasai oposisi di utara dan timur Suriah.
Mereka menargetkan wartawan, petugas bantuan dan aktivis. Faksi pemberontak al-Qaeda diduga berada di balik banyak penculikan.
Oktober, beberapa anggota Komite Internasional Palang Merah sempat diculik di barat laut Suriah. Banyak aktivis Suriah melarikan diri setelah mendapat ancaman dari ISIL dan pembunuhan sejumlah jurnalis warga.
Jumat, aktivis melaporkan bentrokan berat antara pejuang oposisi Suriah dan anggota ISIL di provinsi-provinsi utara Aleppo, Idlib. Menurut Observatorium, lebih dari 130 ribu orang telah tewas dalam perang yang telah memasuki tahun ketiga.
Kelompok ini terus memantau kekerasan di Suriah melalui jaringan aktivis di seluruh negeri. PBB mengatakan pada Juli 100 ribu warga Suriah telah tewas. Sejak itu, angka tersebut belum diperbarui.