REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Risiko meningkatnya perdagangan narkotika di Afghanistan membuat lembaga PBB memperingatkan hal tersebut. Pertanian ganja di Afghanistan mencapai rekor tertinggi tahun ini.
Petani setidaknya memanen tanaman marijuana itu menghasilkan hingga satu miliar dolar AS. Pedagang meraup untung hingga empat perlimanya.
"Jika kita tidak berhati-hati, maka Afghanistan memiliki risiko sebagai negara kriminal yang terfragmentasi. Kita harus mengambil tindakan untuk memerangi obat ini," ujar Jean Luc Lemahieu, Kepala Kantor PBB Bidang Kejahatan Narkoba, dilansir dari The Guardian, Senin (6/1).
Lemahieu berharap ada transformasi dan disiplin yang dilakukan kepolisian Afghanistan. Pemerintah setempat juga perlu mengambil tindakan tegas bagi pejabat yang memiliki keterkaitan dengan perdagangan obat bius.
Lemahieu menyebutkan hubungan perdagangan bersama antara banyak pejabat koruptor di Afghanistan dengan Taliban juga menyebabkan banyaknya rekening gendut terbentuk. Lemahieu menduga bahwa dengan pemilihan presiden tahun depan, maka banyak pejabat pemerintah yang mengandalkan perdagangan opium untuk dana kampanye.
Masyarakat internasional, kata Lemahieu, memaksa Afghanistan untuk mengurangi peredaran opium dari negara tersebut. Tidak ada tanaman lain yang bisa menandingi keuntungan finansial yang didapat dari budidaya opium di Afghanistan.
Lemahieu mendata bahwa budidaya opium mempekerjakan lima kali lebih banyak dibandingkan pertanian gandum biasa. Apalagi negara tersebut banjir dengan penduduk muda yang mencari lapangan pekerjaan setiap tahunnya.
"Keberanian politik dibutuhkan untuk mendukung mereka melakukan perubahan. Namun, Anda tak bisa melakukannya secara kilat sebab pasar tenaga kerja mereka sudah menyerap hingga setengah juta pendatang baru setiap tahunnya," ujar Lemahieu.