Selasa 07 Jan 2014 16:40 WIB

Impor Sapi Hidup Harus Dibatasi

Rep: Meiliani Fauziah/ Red: Nidia Zuraya
 Sapi impor asal Australia diturunkan dari kapal pengangkut di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (30/7).  (Republika/Aditya Pradana Putra)
Sapi impor asal Australia diturunkan dari kapal pengangkut di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (30/7). (Republika/Aditya Pradana Putra)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Impor sapi seharusnya hanya untuk menutupi kekurangan konsumsi di dalam negeri. Untuk itu tidak boleh dilakukan berlebihan agar tidak lantas menggerus harga daging di peternak lokal.

Menteri Pertanian (Mentan) Suswono mengingatkan bahwa selama tiga tahun ini peternak tertekan dengan harga sapi hidup yang murah. Salah satu penyebabnya karena volume impor sapi hidup yang terlalu besar. "Makanya kita kurangi dengan mengurangi volume impor," katanya, Selasa (7/1).

Namun yang terjadi kemudian adalah harga daging menjadi naik. Volume impor pun kembali ditambah. Untuk itu Kementan meminta komitmen Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk mengawal tata niaga sapi. Perlu dicarikan solusi agar peternak tidak dirugikan dan konsumen bisa mendapatkan harga sapi yang terjangkau.

Saat ini peran Kementan sebatas merekomendasikan impor dari sisi keamanan pangan. Hal lain termasuk volume impor sapi berada di Kemendag. Impor sapi hidup tahun ini direkomendasikan sebesar 720 ribu ekor. "Sekarang sudah dibuka dan tidak ada hambatan apapun (untuk impor). Kalau sekarang faktanya harga tidak turun, ada apa ini," katanya.

Potensi sapi lokal mencapai 542 ribu ton atau sekitar 93 persen dari kebutuhan nasional. Namun keberadaan sapi yang tersebar di Nusantara menyebabkan potensi ini belum terserap dengan baik. Kendalanya terutama bagaimana cara mendistribusikan sapi dari sentra produsen ke konsumen.

Direktur Peternakan dan Kesehatan Hewan, Syukur Iwantoro mengatakan Kementan tengah membenahi transportasi angkutan ternak. Hal ini agar distribusi sapi menjadi lancar. Sentra produksi sapi terbesar berada di NTT, NTB, Sulawesi Selatan Jawa Timur. Sementara pasar sapi terbesar berada di Jawa Barat, banten dan Jakarta.

Kementan melalui Direktorat Jenderal Perkebunan (Dirjenbun) juga masih berupaya mengembangkan program integrasi sapi sawit. Namun perlu ada upaya strategis agar program ini menarik bagi investor. Direktur Jenderal Perkebunan Gamal Nasir mengatakan baru lima perusahaan sawit dari 1500 perusahaan yang tertarik melakukan integrasi sapi sawit. 

Pola ini menurutnya dapat menyehatkan kebun karena limbah sapi bisa diolah menjadi pupuk dan biogas. Tahun ini 17 unit integrasi sapi sawit akan diimplementasikan di 12 propinsi. Porgram ini dikatakan sudah berhasil diterapkan di Sumatra, tepatnya di PTPN V.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement