REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA/BRUSSEL – Iran pada Senin (6/1) menyatakan sikap untuk keluar dari perundingan damai Suriah di pengujung Januari mendatang. Rupanya Iran menolak saran Amerika Serikat (AS) yang menyatakan agar Iran tetap bisa terlibat dalam perundingan meski tak secara utuh. Iran menilai, sikap AS tersebut merendahkan mereka.
Menteri Luar Negeri AS, John Kerry, pada Ahad (5/1) seperti yang dikutip Reuters, mengatakan kemungkinan masih ada sejumlah cara yang bisa dilakukan Iran untuk tetap berkontribusi dalam perundingan perdamaian yang akan berlangsung di Montreux, Swiss, 22 Januari. Atas hal itu, Kerry menjelaskan, Teheran masih tetap bisa berkontribusi dalam perundingan.
Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon, Senin (6/1), telah mengirimkan undangan kepada calon peserta perundingan damai ini. Ia pun menginginkan, agar Iran dapat hadir dalam perundingan itu. Namun, hingga sekarang pihaknya masih belum memutuskan apakah akan tetap mengundang Iran.
Sejumlah aktor penting dalam perundingan itu antara lain pemerintahan Presiden Bashar al-Assad dan oposisi. Oposisi Suriah dan AS, yang menuduh Teheran mendukung Assad dengan kekuatan penuhnya selama konflik di Suriah itu, telah lama meragukan partisipasi Iran. Meski utusan khusus PBB di Suriah, Lakhdar Brahimi, sebelumnya telah mendukung keterlibatan Teheran.
Kerry meminta oposisi AS untuk menggantikan Iran menjadi anggota resmi dalam perundingan damai. Sebab Iran dinilai tak mendukung perjanjian internasional tentang Suriah pada tahun 2012.
Sejumlah pejabat AS pun mengatakan, Iran tetap berpeluang dan dapat berperan meski tak terlibat banyak dalam perundingan damai Suriah tersebut. Hal itu dapat dilakukan dengan menjalin kerja sama bersama Damaskus dalam menghentikan aksi pengeboman terhadap warga sipil dan Iran lebih meningkatkannya pada bantuan kemanusiaan.
‘’Ada banyak cara yang bisa diambil Iran untuk menunjukkan keseriusannya kepada masyarakat dunia, bahwa mereka turut berperan baik,’’ ujar salah seorang pejabat tersebut.