REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Praktisi syariah global memperkirakan Asia Tenggara akan menjadi wilayah dengan pertumbuhan industri halal terbesar. Apalagi terdapat ratusan juta penduduk muslim yang mencari produk, baik barang, jasa dan keuangan sebagai bagian dari halal lifestyle.
Ketua Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), Lukmanul Hakim, mengatakan sebenarnya pelaku usaha, sudah menyadari besarnya potensi pasar halal. Bagaimana tidak, berdasarkan data yang ia miliki perdagangan produk halal di Asia Tenggara telah mencapai 600 miliar dolar AS.
Sementara Indonesia, saat ini masih dianggap sebagai tujuan pasar. Tak hanya yang halal, namun produk-produk dari berbagai negara eksportir pada umumnya. ''Kalau saja 10 persen dari total tersebut, yaitu 60 miliar dolar AS, sudah sangat luar biasa,'' tuturnya kepada Republika, Rabu (8/1).
Untungnya, menurut dia sebagian pelaku industri mulai sadar untuk bertarung bahkan di rumah mereka sendiri. Seperti Tahun 2013, dimana animo pelaku industri pun luar biasa dalam proses sertifikasi halal.
Berdasarkan data LPPOM MUI, jumlah sertifikasi di 2013 mencapai 1.092 dengan jumlah produk 47.545. Produk tersebut berasal dari 832 perusahaan yang mendaftarkan diri. Padahal tahun 2012, jumlah sertifikasi halal hanya 653 dengan jumlah produk 19.380. Sementara jumlah perusahaan yang mendaftarkan produk atau jasanya hanya 626 saja.
Sementara itu jika dibandingkan dengan proses sertifikasi produk dalam mau pun luar negeri masih lebih tinggi produk lokal. Sepanjang periode Januari hingga September 2013, terdapat 804 sertifikasi halal dengan jumlah produk 38.831 yang berasal dari 583 perusahaan lokal. Sedangkan dari luar negeri sebanyak 288 proses sertifikasi halal dilakukan untuk 8.714 produk yang berasal dari 249 perusahaan.
Hal ini menunjukkan bahwa animo sertifikasi hal benar-benar meningkat pesat. Meski begitu hingga saat ini dari sebagian besar produk halal yang ada di Indonesia, baru 35 persen yang berasal dari dalam negeri.