REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Konflik yang berkecamuk di Sudan Selatan sudah membuat lebih dari 200.000 orang meninggalkan rumah mereka. Demikian kata seorang juru bicara PBB di Markas PBB, New York, Rabu (8/1).
"Kantor bagi Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) menyatakan sebanyak 201.000 orang telah menjadi pengungsi di dalam negeri mereka akibat krisis saat ini di Sudan Selatan sejak 15 Desember," kata Farhan Haq, Penjabat Wakil Juru Bicara PBB, kepada wartawan dalam taklimat harian.
"Sebanyak 85.000 orang diperkirakan kehilangan tempat tinggal di Mingkaman dan daerah sekitarnya di Kabupaten Awerial, Lakes State,'' ujar Haq menambahkan.
OCHA menyebutkan makanan, perawatan kesehatan, tempat berteduh, air, kebersihan dan kesehatan tetap menjadi prioritas bagi reaksi kemanusiaan.
Sementara, akses kemanusiaan terus terhambat akibat permusuhan sengit, serangan terhadap pekerja bantuan dan aset, campur tangan dalam kegiatan kemanusiaan dan penghalang lain.
Penerbangan kemanusiaan ke dalam wilayah Bor, Ibu Kota Negara Bagian Jonglei, telah sangat terganggu akibat pertempuran di daerah tersebut.
"Lembaga bantuan terus berhubungan dengan semua pihak yang bermusuhan guna memperoleh akses aman ke warga sipil yang memerlukan bantuan," kata Haq sebagaimana dikutip Xinhua yang dipantau Antara di Jakarta, Kamis.