REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Para korban kekerasan perempuan baik pelecehan seksual dan lannya, khususnya di daerah, masih merasa takut dan malu untuk melaporkan ke pihak berwenang. Sedangkan upaya meminta keadilan terhadap pelaku kekerasan perempuan justru meningkat.
"Selama ini kendalanya, masih lemahnya di daerah korban terkena kekerasan seksual, menuju akses hukum untuk meminta keadilan," kata Direktur Eksekutif Lembaga Advokasi Perempuan Damar, Sheli Fitriani, kepada wartawan, Kamis (9/1).
Menurut dia, alasan korban kekerasan khusunya pelecehan seksual kepada perempuan, karena akan menambah masalah dirinya dan keluarga, di masyarakat. Korban masih trauma, takut, dan malu untuk mengungkapkan masalahnya.
Sedangkan, perempuan yang melaporkan kekerasaan untuk meminta keadilan secara hukum, menunjukkan angka yang meningkat. Namun, ungkap dia, ketika korban kekerasan perempuan mengungkapkan kasusnya, malah yang disudutkan atau ditanya kenapa tidak melawan.
Jadi, kata dia, dukungan yang didapat dan keadilan yang didapat tapi seakan korban dipersalahkan. Untuk itu, persoalan ini tanggung jawab negara, regulasi sudah banyak secara nasional dan lokal.
Ia berharap, pemda menyediakan layanan bagi korban kekerasan terhadap perempuan. Menurut dia, saat ini sudah ada Peraturan Daerah (perda) Nomor 6 Tahun 2006 tentang Layanan Terpadu Korban Kekerasan Perempuan.
Damar berharap ada layanan satu atap aparat hukum, kesehatan, dan pihak pendamping. Sehingga, tidak ada lagi kendala di pihak rumah sakit, di eksekutif secara politik.
Kepada masyarakat, ia berharap pemenuhan pelayanan perempuan terus melakukan monitoring terhadap korban kekerasan terhadap perempuan.