Jumat 10 Jan 2014 06:27 WIB

Kesepakatan WTO Berpotensi Melanggar Undang-Undang

Rep: c57/ Red: Nidia Zuraya
Symbol of World Trade Organization (WTO)
Foto: snus-news.blogspot.com
Symbol of World Trade Organization (WTO)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –- Kesepakatan Konferensi Tingkat Menteri (KTM) ke-9 World Trade Organization (WTO) di Bali berpotensi melanggar dua Undang-Undang (UU) sekaligus. Kedua UU tersebut ialah UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan dan UU Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Pasalnya, sikap pemerintah Republik indonesia (RI) dalam KTM ke-9 WTO, akhir tahun 2013, jelas menunjukkan sikap yang cenderung pro Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa. Pemerintah RI juga tampak memusuhi India yang sangat pro petani.

Sekretaris Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU), Ahmad Solechan, menyatakan, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) telah memperingatkan kepada Pemerintah RI agar bersuara dan berpihak kepada rakyat. Namun Kasus KTM ke-9 WTO di Bali telah menunjukkan ketidakberpihakan pemerintah RI terhadap kedaulatan pangan dan kesejahteraan petani di dalam negeri.

Menurutnya, PBNU juga menyerukan kepada pemerintah untuk tetap konsisten dalam melindungi petani di dalam negeri, antara lain dengan membuat kebijakan proteksi dan subsidi terhadap petani dan produk-produk pertanian.

“Jika dalam praktik ke depannya KTM ke-9 WTO tidak memperbolehkan pemerintah RI untuk membuat kebijakan proteksi dan subsidi terhadap petani dan produk-produk pertanian, maka Indonesia hengkang saja dari keanggotaan WTO,” tegas Ahmad Solechan saat dihubungi Kamis (9/1) malam.

PBNU akan terus mengawal dan mengikuti kebijakan pemerintah RI terhadap kebijakan proteksi dan subsidi pertanian secara seksama. Gerakan moral dan perjuangan PBNU, khususnya LPNU, ini merupakan suatu hal yang tidak dapat ditawar lagi, tutur Ahmad Solechan.

Pemerintah RI, menurutnya, memiliki kewajiban konstitusional untuk menyuarakan kepentingan petani dalam negeri di berbagai level diplomatik maupun di  forum-forum global. Pemerintah juga harus memainkan peran sentral tersebut di seluruh kesempatan dan forum yang tersedia, termasuk di internal WTO sendiri.

Gerakan moral PBNU merupakan upaya untuk mewujudkan kemandirian bangsa serta melaksanakan amanat UU 18/ 2012 tentang Pangan dan UU No. 19/2013 tentang Perlindungan dan Pembedayaan Petani. “Kedua undang-undang tersebut dilandasi oleh pasal 33 UUD 1945,” tegas Sekretaris LPNU itu.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement