REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jendral Kementerian Agama Bahrul Hayat menegaskan, polemik penghulu yang dituduh menerima gratifikasi, dipastikan akan segera selesai dengan lahirnya Peraturan Pemerintah tentang Multitarif untuk biaya nikah.
“Februari mendatang diupayakan sudah harus selesai," katanya. Dengan demikian penghulu memperoleh kejelasan dalam melaksanakan tugasnya di lapangan dalam melayani umat. Menurut dia, penghulu sebagai ujung tombak di lapangan dari kementerian itu, termasuk amil dan petugas masjid (merbot), ke depan harus mendapat perhatian.
Karena itu, pembahasan ini akan disegerakan berapa dana operasional yang dibutuhkan bagi para tenaga penghulu dan pembantunya ke depan.
Bukan hanya penghulu, tetapi amil atau yang belakangan disebut sebagai P3N (pembantu pegawai pencatat nikah) harus diberi ketegasan, berapa dana honor yang harus diberikan. P3N, yang dahulu direkrut kantor Kementerian Agama di Kabupaten, sejak berlaku otonomi daerah tidak mendapat perhatian.
Siapa sebetulnya yang harus memberi honor ketika mereka membantu penghulu. Untuk ke depan, status mereka harus jelas, diberi perhatian kendati besaran uangnya belum bisa diketahui. “Tetapi, memadailah,”kata Bahrul Hayat.
Terkait dengan regulasi honor atau dana operasional, agar ke depan penghulu tidak lagi diberi label sebagai penerima dana gratiikasi, menurut Bahrul Hayat, akan segera dikeluarkan keputusannya dalam bentuk PP. Bahrul tak mau menyebut berapa dana yang dibutuhkan bagi penghulu, tetapi yang jelas pembahasannya sudah terlihat titik menggembirakan. “Semua kebutuhan sedang dihitung,” katanya lagi.
Sebelumnya Inpektur Jendral Kemenag, M. Yassin mengungkapkan setidaknya ada empat draft opri multitarif yang akan dijadikan usulan perubahan PP. Diantaranya opsi pertama, pelayanan nikah akan digratiskan bagi masyarakat yang tidak mampu. Opsi kedua, pelayanan nikah di KUA akan dikenai tarif Rp 40 ribu kecuali mereka yang tidak mampu.
Opsi ketiga, pelayanan nikah di luar KUA akan dikenai tarif Rp 400 ribu kecuali mereka yang tidak mampu dan opsi keempat, pelayanan nikah di gedung akan dikenai tarif Rp 1 juta, dengan asumsi mempelai yang dinilai mampu secara ekonomi dan menikahkan di gedung akan memberikan subsidi silang bagi mereka yang tidak mampu.
"Hasil pengumpulan itu masuk sebagai PNBP yang akan diberikan ke negara dan sebagian besar dikembalikan ke Kemenag untuk biaya pelayanan nikah," ungkapnya.