REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebelum berangkat memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mantan ketua umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum memberikan 'perlawanan terakhir'.
Dengan alasan ingin menghormati wartawan yang sudah lama menunggu di rumahjnya, Jumat (10/1) siang, Anas menggelar jumpa pers. Dalam jumpa pers tersebut Anas kembali mengungkapkan sejumlah hal yang dinilainya 'janggal'.
Anas mengatakan bahwa penetapan dirinya sebagai tersangka bersamaan dengan dinamika politik internal Partai Demokrat masif. "Ada proses politik internal di PD yang intensif yang juga berkaitan dengan tuduhan-tuduhan terhadap saya terlibat dalam tindak pidana gratifikasi Hambalang,'' kata Anas.
Bahkan SBY yang ada di Jeddah pun sampai harus mengungkapkan pernyataan terkait masalahnya. "Ada pidato Pak SBY, 4 Februari, yang sangat fonumental dari Jedah, yang meminta kepada KPK untuk segera mengambil tindakan secepatnya, kalau salah ya salah ya saya ingin tahu kenapa tidak salah. Intinya begitulah," ungkap Anas. Menurut Anas hal ini tidak pernah dilakukan SBY dalam kasus-kasus yang lain.
Anas kemudian melanjutkan kisahnya, sepulang dari Jedah, lanjut Anas, ada peristiwa pengambilalihan kewenangan DPP Partai Demokrat ke Majelis Tinggi. Saat itu Majelis Tinggi meminta pada ketua umum Anas untuk konsentrasi pada kasus hukum yang menimpanya. "Padahal status saya di KPK saat itu masih terperiksa psoses penyelidikan. Belum saksi apalagi tersangka," papar Anas.
Juga ada lagi peristiwa pembocoran Sprindik. Saat itu beredar sprindik penetapan Anas sebagai tersangka. Padahal surat itu baru ditandatangani beberapa pimpinan KPK. Bocornya sprindik, menurut Anas, baru pertama kalinya terjadi dalam sejarah KPK.
Anas juga menyinggung masalah awal kasusnya yang awalnya berkaitan dengan masalah dugaan gratifikasi mobil Toyota Harrier berkembang luas termasuk ke masalah Kongres Partai Demokrat. Anas mempersoalkan banyaknya pemanggilan relawannya oleh KPK. Sementara banyak relawan dari pihak lain yang tidak dipanggil KPK.
Termasuk adanya sejumlah orang yang semestinya dipanggil sebagai saksi KPK. Tapi ternyata tidak dipanggil-panggil oleh KPK. "Siapapun yang layak jadi saksi mbok ya dipanggil. Jangan ada saksi yang berkali-kali dipanggil tapi ada saksi yang dihindar-hindari dipanggil."