REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Kejaksaan Agung (Kejakgung) melalui Jaksa Muda Pidana Umum (Jampidum) Basuni Masyarif mengimbau agar hukuman pidana mati mulai ditiadakan di Indonesia. Selain menjadi sorotan internasional, kinerja Kejakgung pun cukup terganggu karena terpidana mati terus bertambah. Sedangkan, terpidana mati yang ada saat ini pun Kejakgung belum membereskannya semua.
Komisi III DPR RI mempertanyakan usulan terkait penghapusan pidana mati ini. Menurut anggota Komisi III Nudirman Munir, justru seharusnya hukuman mati dijadikan cara untuk memberikan efek jera kepada para pelaku kejahatan luar biasa.
Jika sampai hukuman mati di Indonesia dihapuskan, dicemaskan malah akan membuat peradilan di Indonesia kurang galak kepada para pelaku kriminal. Imbasnya, para penjahat menjadi tidak takut untuk terus melancarkan aksinya karena mereka tahu hukuman terberat yang akan mereka terima bukanlah kematian.
“Dibanding Negara lain kita sebetulnya lebih ramah. Kalaupun sekarang napi hukuman mati menumpuk ya jangan dijadikan alasan hingga harus menghapuskan pidana itu,” ujar Nudirman dihubungi dari Jakarta Ahad (12/1).
Anggota fraksi parta Golkar ini menambahkan, hukuman mati masih menjadi senjata bagi Negara untuk membasmi penjahat-pejahat luar biasa di negeri ini. Dari mulai Bandar Narkoba hingga mereka yang tega melakukan pengkhianatan kepada Negara melalui korupsi.
“Bandar Narkoba banyak yang dihukum mati, tapi koruptor belum. Masa koruptor belum ada yang dihukum mati tapi pidana ini malah disarankan untuk dihapuskan,” ujar dia.
Nudirman menegaskan, sejauh ini hukuman mati dapat dipandang sebagai cara paling efektif untuk setidaknya memberikan efek jera kepada para pelaku kejahatan. Dia pun meminta Kejakgung untuk tetap melaksanakan tugasnya sebagai eksekutor. “Sementara peradilan tetap berjalan seperti ini, hukuman mati itu penting, Kejakgung fokus saja bekerja,” kata dia.