REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Crisis Center Migrant Institute Dompet Dhuafa menutuk penyiksaan yang dilakukan seorang majikan terhadap tenaga kerja wanita (TKW) Erwiana Sulistyaningsih. Pemerintah diminta segera mengusut tuntas kasus ini.
''Menyikapi kasus ini, Migrant Institute mengutuk perbuatan yang dilakukan majikan Erwiana,'' ujar Koordinator Crisis Center Migrant Institute Dompet Dhuafa, Nur Salim, Ahad (12/1). Ia berharap pemerintah bisa segera mengusut tuntas kasus penganiayaan tersebut sampai majikan mendapatkan hukuman yang setimpal.
Ditambahkan Nur, Migrant Institute juga menilai Pelaksana Penempatan TKI Swasta ( PPTKIS) telah lalai menjalankan kewajibanya sesuai Undang-undang Nomor 39 Tahun 2004. Di mana PPTKIS berkewajiban melakukan monitoring.
Namun, dalam prakteknya tidak dilakukan. Bahkan, pada saat mengadu ke PPTKIS, Erwiana malahan diminta kembali di majikan yang menyiksanya itu.
Oleh karena itu, terang Nur Salim, Migrant Institute mendesak pemerintah untuk mem-//backlist// PJTKI yang memberangkatkan Erwiana, yang berlokasi di Tangerang. Selain itu agennya yang berada di Hongkong pun harus ditindak.
Nur Salim menerangkan, ke depan upaya perlindungan kepada para TKI harus ditingkatkan. Sehingga ia berharap Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) dan KBRI dapat lebih berperan dalam upaya perlindungan TKI di luar negeri. Contohnya dengan melakukan pendataan kepulangan TKI di bandara negara-negara penempatan.
Erwiana Sulistyaningsih (17 tahun) warga Ngawi, Jawa Timur (Jatim). TKW tersebut pulang ke tanah air setelah delapan bulan bekerja dalam kondisi memprihatinkan karena mengalami luka-luka akibat penyiksaan oleh majikannya di Hongkong, Law Wan Tung. Erwiana menderita sejumlah luka di tubuhnya dan kini tidak bisa jalan.