REPUBLIKA.CO.ID, Abdullah bin Rawahah bergegas menuju ke tempat orang Yahudi. Ia mengemban amanat Rasulullah untuk menetapkan jumlah pajak yang mesti mereka bayar. Setiba di tempat tujuan, Abdullah disodori sejumlah uang. Bukan setoran pajak yang mereka sodorkan, melainkan uang untuk mencapai kompromi dalam penghitungan pajak.
Jawaban tegas terlontar dari bibir Abdullah. Suap yang kamu sodorkan kepadaku itu adalah haram. Oleh karena itu, kami tidak akan menerimanya.” Ini adalah riwayat dari Malik yang tercantum dalam buku Halal dan Haram yang ditulis cendekiawan Muslim, Yusuf Al-Qaradhawi.
Menurut Al-Qaradhawi, menerima suap masuk dalam kategori memakan harta orang lain dengan cara yang batil. Suap, ujar dia, merupakan sejumlah uang yang diberikan kepada penguasa atau pegawainya agar penguasa atau pegawainya itu menerapkan kebijakan yang menguntungkan dirinya.
Selain itu, juga bertujuan agar penguasa memberlakukan kebijakan yang merugikan lawan sesuai keinginan pemberi suap. Tujuan lainnya adalah agar urusan si penyuap didahulukan atau ditunda karena ada suatu kepentingan. Islam mengharamkan seorang Muslim menyuap penguasa atau staf-stafnya,” kata Qaradhawi menegaskan.