REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Lembaga peneringkat Fitch Ratings menyatakan, larangan ekspor mineral yang dibelakukan pemerintah Indonesia tidak akan memberikan banyak dampak pada produksi aluminium Cina. Perusahaan Cina masih menyimpan stok bauksit yang mencukupi kebutuhan sampai satu tahun ke depan.
Produsen alumunium Cina juga telah mulai mengubah aspek operasi agar tidak terlalu bergantung pada bijih besi Indonesia dalam jangka panjang. "Cina telah mengambil langkah sejak pengumuman larangan pada 2009. Perusahaan di Cina didorong mendiversifikasi sumber bauksit," kata Associate Director Fitch, Laura Zhai, Senin (13/1).
Larangan ekspor mineral mentah telah berlaku mulai 12 Januari 2014. Cina merupakan salah satu tujuan ekspor bauksit Indonesia. Seperlima alumunium Cina dipoduksi dari bauksit yang diimpor dari Indonesia. Sepanjang 2013, impor bauksit Cina naik sekitar 80 persen dan produksi alumna naik 18-20 persen.
Selama jangka panjang, larangan impor tidak akan memberikan dampak pada keseluruhan biaya bagi produsen Cina. Cina tidak hanya menggantungkan impor bauksit dari Indonesia. Produsen Cina telah mengambil langkah untuk mendiversifikasi impor bauksit, termasuk membangun kilang baru dan impor bauksit dari selain Indonesia seperti Australia, India, Papua, dan lain-lain. Cina juga akan meminta peningkatan kuota ekspor sebagai ganti pembangunan kilang dan smelter di Indonesia.
Zhai menambahkan, diperkirakan ada periode singkat ketika biaya produksi alumunium Cina akan meningkat. Namun hal tersebut tidak akan berdampak signifikan terhadap harga alumina global. Pasalnya produsen memperkirakan produksi alumina akan surplus di 2014.