Senin 13 Jan 2014 18:59 WIB

Desak Shinawatra Mundur, Demonstran Blokade Bangkok

Rep: Alicia Saqina/ Red: Julkifli Marbun
PM Thailand Yingluck Shinawatra
Foto: AP/Manish Swarup
PM Thailand Yingluck Shinawatra

REPUBLIKA.CO.ID,  BANGKOK –- Ribuan demonstran antipemerintah memblokade sejumlah persimpangan utama di Bangkok, pada Senin (13/1). Aksi blokade ini dilakukan sebagai upaya untuk melumpuhkan Ibu Kota Bangkok dan aktivitas pemerintahan Thailand. Para demonstran menyatakan, blokade besar-besaran itu digencarkan untuk tujuan utama, mendesak agar PM Yingluck Shinawatra mundur dari jabatannya.

 

Senin (13/1), ribuan polisi dan tentara berjaga-jaga di Bangkok. Hal itu sebagai upaya antisipasi pengamanan terhadap sekitar 12 juta jiwa warga lainnya. Namun atas hal tersebut, tak tampak tanda-tanda pemerintah setempat bakal menyiapkan perlawanan balik kepada para pengunjuk rasa.

 

Dilansir dari Reuters menyebutkan, atas aksi unjuk rasa tersebut, delapan orang termasuk dua anggota polisi, tewas. Sedangkan, puluhan jiwa lainnya harus terluka dalam kekerasan antardemonstran itu. Protes yang ditujukan terhadap PM Yingluck ini pun sudah mengemuka sejak November lalu. Antara demonstran anti dan pro-pemerintah terlibat di dalamnya.

 

Demonstran antipemerintah menegaskan, bahwa pergolakan merupakan langkah terakhir atas konflik selama delapan tahun terakhir di Thailand. Bahkan, pada Ahad (12/1) malam, dilaporkan telah terjadi penembakan dekat kompleks administrasi pemerintah. Demonstran pun sejak semalam sudah memblokade markas oposisi partai Demokrat.

 

Situasi dan kondisi di Bangkok pun dipenuhi kumpulan demonstran. Meski cukup membara, namun kereta api dan angkutan sungai Ferry masih tetap beroperasi. Para pengunjuk rasa mendirikan barikade-barikade dan perkemahan tepat di tujuh ruas simpang empat nan kritis. Yang lain pun turut dalam pemblokiran jalan-jalan utama di sana. Atas aksi blokade yang berlangsung hampir di seluruh wilayah penting di Bangkok itu, praktis hanya sepeda motor yang bisa melintas di beberapa jalan arteri utama.

 

Aksi protes ini tak berhenti sampai di sana. Bahkan di sebuah persimpangan di dekat kantor Kedutaan Besar Amerika dan Jepang, setidaknya sekitar 100 demonstran duduk di jalan untuk menghentikan aktivitas lalulintas. Som Rodpai (64 tahun) mengatakan, ratusan peserta unjuk rasa itu akan meninggalkan lokasi saat malam hari tiba. Masyarakat pun khawatir dampak yang ditimbulkan dari aksi mereka itu, akan menimbulkan kekerasan.

 

Sementara itu, untuk mengamankan aksi demonstrasi ini, Senin (13/1), pemerintah telah mengerahkan 8.000 tentara dan 10 ribu polisi. Salah satu tugas yang mereka lakukan ialah mengamankan kantor-kantor pemerintahan. ‘’Kami tidak ingin berkonfrontasi dengan para pengunjuk rasa. Di beberapa tempat, kami akan membiarkan mereka beraspirasi ke gedung-gedung pemerintahan,’’ ujar Menteri Luar Negeri Surapong Tovichakchaikul, pada Ahad (12/1).

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement