REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Uang yang ditemukan di ruang karaoke di rumah mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar disebut merupakan hasil penjualan ikan arwana.
"Uang itu sudah ada berita acara penyitaan KPK pada awalnya, jumlahnya Rp2,6 miliar seperti yang dijelasin waktu Pak Akil ditangkap, uang itu hasil penjualan ikan arwana," kata pengacara Akil, Tamsil Sjoekoer saat dihubungi lewat telepon di Jakarta, Rabu.
Sebelumnya seusai pemeriksaan mantan Ketua MK Mahfud MD di Komisi Pemberantasan Korupsi pada Jumat (10/1), Mahfud mengaku ditanyai mengenai uang milik Akil yang disimpan di tembok di ruang karaoke rumah dinasnya.
"Uang itu ada di ruang karaoke, jadi bukan di tembok, kata Pak Akil yang menyimpan uang itu bukan Pak Akil tapi si supirnya, Daryono, jadi uang itu memang ada di rumah Pak Akil saat itu, lalu ketika Pak Akil ditangkap, uang itu disimpan supir di ruang karaoke," jelas Tamsil.
Daryono diketahui adalah supir Akil yang sempat menghilang saat awal penangkapan Akil pada 2 Oktober 2013, salah satu mobil Akil, Mercedes Benz seri C-350 juga diatasnamakan dengan nama Daryono.
Tamsil berkeras bahwa uang tersebut bukan berarti disimpan di tembok.
"Kalau di tembok saya tidak tahu, mungkin Pak Mahfud yang 'bikin' temboknya berlubang, karena yang membuat ruang karaoke itu Pak Mahfud, sudah ada jaman Pak Mahfud," tambah Tamsil.
Tamsil juga membantah uang tersebut menjadi barang bukti KPK untuk menyangkakan Akil terlibat dalam pengaturan sengketa pilkada di kabupaten Empat Lawang dan kota Palembang.
"Itu bukan sangkaan Empat Lawang, menurut Pak Akil uang itu mau dibagikan kepada petani-petani saat Idul Adha, karena saat itu menjelang Idul Adha, itu haknya para petani," ungkap Tamsil.
Padahal Tamsil mengakui bahwa uang tersebut dalam mata uang dolar Singapura, sehingga hal yang aneh memberikan dolar Singapura kepada petani di Kalimantan.
"Wallahualam, saya tidak tahu mengapa uang tersebut dalam dolar Singapura, saya hanya mendapat keterangan Pak AKil," jelas Tamsil.
Akil Mochtar menjadi tersangka penerima suap Pilkada Kabupaten Gunung Mas dan Lebak serta Kota Palembang dan Empat Lawang bersama dengan enam tersangka lain sejak 3 Oktober.
Pihak lain yang terlibat dalam kasus ini adalah anggota Komisi II dari fraksi Partai Golkar Chairun Nisa yang menerima Rp3,075 miliar dari Bupati Gunung Mas Hambit Bintih dan pengusaha Cornelis Nalau. Uang tersebut diberikan agar Akil menolak menolak permohonan gugatan pilkada Gunung Mas sehingga Hambit tetap menjadi pemenang dalam pilkada tersebut.
Akil juga menjadi tersangka kasus sengketa Pilkada Lebak, bersama dengan advokat Susi Tur Handayani sebagai penerima suap, sementara Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah dan adiknya Tubagus Chaery Wardhana disangkakan sebagai pemberi suap dengan dugaan suap Rp1 miliar.
Akil masih terjerat dugaan suap sengketa pemilihan Wali Kota Palembang dan Bupati Empat Lawang karena KPK mendapati uang Rp2,7 miliar di rumah Akil.
KPK juga menjadikan Akil tersangka tindak pidana pencucian uang dan sudah menyita sekitar 33 mobil dan dua rumah serta tanah terkait Akil, ditambah dengan pembekuan rekening perusahaan milik istri Akil, Ratu Rita yaitu CV Ratu Samagad yang bergerak di bidang pertambangan, perkebunan dan perikanan.