REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Siswi SMAN 2 Denpasar, Anita Whardani semakin nyaman mengenakan seragam khas ke sekolah. Pada Rabu (15/1), dia mengenakan seragam atasan blus lengan panjang putih, rok panjang abu-abu dan jilbab berwarna putih.
"Tidak ada masalah lagi, semuanya sudah dikomunikasikan dan tidak ada larangan," kata Anita.
Hal itu dikemukakan Anita kepada Republika, di Denpasar, sepulang dari sekolah. Dikatakannya, kendati pihak sekolah tidak memasalahkan dia mengenakan seragam khas, namun sejumlah temannya, awalnya ada yang memandang agak aneh. Namun setelah Anita memberi penjelasan, maka suasana jadi cair lagi.
Menurut Anita, dia teringat pesan Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Denpasar, I Gusti Ngurah Edy Mulya SE MSi, yang memberi semangat agar Anita tidak mudah patah semangat mengenakan jilbab.
Oleh sebab itu, upayanya meyakinkan teman-temannya bahwa seragam yang mereka gunakan tidak berbeda, karena sama-sama dibolehkan oleh ketentuan pemerintah.
"Teman-teman saya baik semuanya dan mereka tidak memasalahkan seragam yang kami kenakan," katanya.
Sementara itu Tim Advokasi bentukan Pengurus Wilayah Pelajar Islam Indonesia (PW PII) Bali, Helmi Al Djufri, Rabu pagi mendatangi SMAN 2 Denpasar.
Helmi ingin memastikan Anita benar-benar nyaman mengenakan seragam khas ke sekolah. Selain menemui Anita, Helmi juga menemui Wakil Kepala SMAN 2 Denpasar Bidang Humas, Sumadi Yasa.
Wakil Sekjen Pengurus Besar (PB) PII itu menyebutkan, dalam pertemuannya dengan Semadi Yasa ditegaskan SMAN 2 Denpasar tidak pernah mempermasalahkan siswi muslimah yang ingin berjilbab ke sekolah.
Tidak ada juga larangan tertulis yang menjadi tata tertib sekolah yang berrbenturan dengan aturan di atasnya. Kalau selama ini Anita tidak berjilbab ke sekolah kata Semadi seperti dikutip Helmi, karena takut lantaran pernah ditegur oknum guru SMAN 2 Denpasar, itu bukan menjadi kebijakan sekolah.
Hal itu juga disayangkan Semadi, mengapa Anita tidak melaporkan peristiwa itu. "Kalau dari dulu dikomunikasikan dan kita tahu Anita memang memiliki keinginan mengenakan seragam khas, pasti kami dukung," kata Semadi.
Menurut Helmi, permasalahan jilbab di SMAN 2 Denpasar sudah terselesaikan dengan baik. Hubungan antara guru dengan Anita juga baik-baik saja, bahkan Semadi yang juga guru salah satu bidang studi ikut mengajar di kelas Anita. Semadi kata Helmi, meminta Anita fokus ke pelajaran dan mempersiapkan diri menghadapi ujian sekolah.
Dikatakannya, semangat Anita mengenakan jilbab, patut dicontoh oleh siswi yang lain di seluruh Bali dan di seluruh Indonesia. Sebab pada dasarnya, sekolah memang memberikan ruang bagi siswi muslimah mengenakan pakaian khas atau berjilbab, dalam rangka mengekspresikan keyakinan agamanya.
Di SMAN 2 Denpasar, Helmi melihat banyak contoh positif terkait pembinaan spiritual para siswanya. Bahkan untuk siswa-siswi beragama Islam yang jumlahnya 176 orang dari 1.000-an siswa, disediakan musolla untuk menjalankan ibadah lima waktu.
"Pada hari Jumat, juga diadakan sholat Jumat di sekolah, sehingga para siswa tidak perlu mencari tempat lain melaksanakan ibadah Jumat," katanya.
Berdasarkan penjelasan dari Semadi Yasa, Helmi menyebutkan bahwa pembinaan keislaman di SMAN 2 Denpasar sudah cukup bagus.
Selain ada guru agama Islam, setiap bulan Romadhon, juga diadakan aktivitas tambahan pembinaan kerohanian Islam melalui organisasi remaja Islam SMAN 2 Denpasar (Rismanda). Pada acara buka bersama pada kegiatan Romadhon, Semadi Yasa dan beberepa guru krap diundang ikut berbuka bersama.