REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta merasa prihatin banyak benda cagar budaya di Indonesia yang hilang dicuri atau tergusur pembangunan.
Padahal benda-benda tersebut merupakan benda berharga yang tidak dapat dinilai dengan uang. Karena itu, perlu ada hukum yang dapat melindungi benda-benda warisan bersejarah.
"Benda-benda cagar budaya ini harus diselamatkan dan dilestarikan," kata Rektor UII Yogyakarta, Edy Suandi Hamid kepada wartawan di Yogyakarta, Rabu (15/1).
Edy mencontohkan pada 2009, di Kampus Terpadu UII ditemukan Candi Kimpulan yang merupakan sarana beribadah agama Hindu. Namun UII tidak menghancurkannya, melainkan merawat agar bisa dilihat masyarakat agar mereka mengetahui sejarah.
Diakui Edy, saat ini belum ada instrumen hukum yang menjadi dasar pelestarian benda-benda cagar budaya. Sehingga perlu dilakukan kajian agar ada dasar hukum perlindungan benda-benda warisan sejarah.
"Saya kira simposium internasional 'Reactualization of International Law in Protecting Archeological Properties and its Implication Towards the Cultural Heritage in Indonesia' bisa menelorkan produk hukum untuk melindungi benda cagar budaya," kata Edy.
Benda-benda cagar budaya, kata Edy, mengandung kearifan lokal yang sangat tinggi. Karena itu, semua pihak harus ikut melindungi dan melestarikannya.
Sementara Ketua Panitia Simposium, Jawahir Thontowi mengatakan perangkat hukum yang melindungi cagar budaya sangat lemah. Sehingga banyak terjadi pencurian terhadap benda-benda cagar budaya.
"Sangat mustahil cagar budaya dapat terawat dan lestari tanpa ada dasar hukumnya. Agar efektif, perangkat hukum harus didukung SDM yang cukup," kata Jawahir.
Jawahir menambahkan hasil simposium ini akan diserahkan kepada pemerintah pusat sebagai dasar untuk menyusun hukum perlindungan benda-benda cagar budaya.