REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jalur utama menuju lokasi bencana banjir bandang di tiga kabupaten/kota Sulawesi Utara terputus. Akibatnya, penyaluran logistik bantuan dari Tomohon-Manado, Manado-Minahasa terhambat hingga Kamis (16/1).
“Sejak kemarin jalanan terputus akibat longsoran tanah menutup badan jalan,” ujar Kabag Humas Badan Nasional Penanganan Bencana (BNPB) Sutopo kepada Republika Kamis.
Atas kendala ini pengiriman bantuan lantas dikoordinasikan dengan pemerintah provinsi setempat agar dapat segera diteruskan. Dia menambahkan, sementara hingga saat ini kondisi air di enam kota dan kabupaten di Sulut yang kemarin terendam berangsur-angsur mulai surut. Cuaca ekstrim yang terus menerus hujan di Sulut pun sudah mulai membaik.
“Atas ini sebagian besar pengungsi sudah kembali ke rumah masing-masing untuk bersih awalnya kan sampai 40 ribu orang. Tapi jumlah tewas bertambah menjadi enam orang dan dua masih hilang,” kata dia.
Sutopo menjelaskan, bencana alam di Sulut tersebut dipicu kombinasi antara faktor alam dan antropogenik. Hujan lebat dipicu oleh sistem tekanan rendah di perairan selatan Filipina yang menyebabkan adanya pembentukan awan intensif di langit Sulut.
“Selain itu juga adanya konvergensi dampak dari tekanan rendah di utara Australia sehingga awan-awan besar masuk ke wilayah Sulut," ujar dia.
Ia menambahkan, atas fernomena itulah, empat sungai besar di Kota Manado meluap dan menghanyutkan puluhan rumah serta kendaraan. Sutopo menjelaskan, banjir terjadi di 6 kabupaten/kota di Sulut secara bersamaan, yaitu Kota Manado, Minahasa Utara, Kota Tomohon, Minahasa, Minahasa Selatan, dan Kepulauan Sangihe.
Sedangkan di Kabupaten Minahasa Utara, 3 desa dengan 1.000 jiwa terisolir akibat banjir dan longsor. Sementara di Kepulauan Sangihe beberapa rumah tertimbun longsor. "Bencana kali ini lebih besar daripada sebelumnya yang pernah terjadi pada tahun 2000 yang menyebabkan 22 tewas, dan Februari 2013 yang menyebabkan 17 tewas," kata Sutopo.