REPUBLIKA.CO.ID, Ketika menteri-menteri dalam pemerintahan Israel memicu amuk massal, menyebut imigran Afrika 'kanker', kaum minoritas di sana juga menghadapi wajah lain rasisme yang selalu dialami warga Palestina.
Hanya saja situasi itu sangat jarang masuk media arus besar. Salah satunya video di bawah "Israel’s New Racism: The Persecution of African Migrants in the Holy Land" yang diproduksi oleh David Sheen dan Max Blumenthal.
Blumenthal, yang pernah bergabung pula di Daily Beast, dikenal kerap mereportase gerakan sayap kanan di AS dan rasisme di Israel. Reputasi hasil reportasi yang nyaris tanpa bias membuat ia dihormati di Barat dan juga di dunia Islam terutama Timur Tengah.
Atas alasan itu pula, satu media terbesar di Amerika Serikat, The New York Times, memintanya membuat video dokumenter mengenari rasisme di Israel dengan durasi kurang lebih 11 menit. Ia menjelaskan kepada Consortium News, mengenai permintaan New York Times Hanya saja begitu para redaktur koran melihat hasilnya, mereka menolak menayangkan.
"Saya diminta membuat video untuk opini dokumenter The New York Times, rubrik terbaru dalam website mereka yang menayangkan video dokumenter. Saya dikenal untuk video pendek dokumenter-dokumenter mengenai sayap kanan di AS dan ekstremisme di Israel, mereka khusus meminta video dari saya," tutur Blumenthal kepada Consortium News awal pekan ini.
Ketika ia tidak berhasil menggarap videonya tepat waktu, New York Times bahkan memanggilnya dan mengatakan mereka menginginkan video dari Blumenthal segera.
"adi saya pun mengirimkan satu video yang saya buat bersama kolega saya, David Sheen, seorang jurnalis Israel yang juga selalu meliputi situasi dan kondisi non-Yahudi Afrika di Israel dalam topik sangat luas dibanding jurnalis siapa pun di dunia.
Ia mengakui mengambil juga adegan tentang program-program--yangmembuat syok--oleh pemerintah menentang komunitas Afrika di Tel Aviv dan mewawancara aktivis hak asasi manusia. "Saya pikir itu adalah dokumenter jujur menggambarkan situasi di sana, yang sangat sedikit diketahui oleh orang Amerika di sini," paparnya.
Inti video Blumenthal dan Sheen adalah bagaimana tak hanya warga Yahudi tetapi juga pemerintah Israel dalam memperlakukan imigran Afrika. Kesimpulannya, sangat mengejutkan.
"Kami juga memasukkan analisa. Kami merangkaianya dalam gaya mereka (New York Times) dan ditolak, begitu saja tanpa penjelasan setelah mereka sendiri yang meminta," ungkap Blumenthal. Usai ditolak ia mencoba mengirim videotersebut ke situs berita portal besar di AS dan mereka tidak meresponnya. "Padahal mereka dulu sering kali meminta artikel khusus dari saya," tuturnya.
Akhirnya, The Nation--yang sebenarnya dikenal media 'pemalu' dalam menayangkan kritik terhadap Israel--setuju mempublikasikan video tersebut. Saat itulah video itu menyebar dan juga tayang di YouTube.
Komentar Sheen, termasuk menu utama yang menarik dan informatif bagi mereka yang belum akrab dengan topik tersebut.
Di dalamnya juga ada wawancara dengan Michael Ben-Ari yang tak pernah dipublikasikan. Tokoh ini adalah salah satu rasis anti-Afrika paling terkenal di Israel dan mantan anggota parlemen Israel, Knesset. Ben Ari juga memiliki sejarah panjang menyulut rasisme dan kebencian terhadap Palestina dan Kristen.
Blumenthal juga baru saja merampungkan bukunya berjudul "Goliath: Life and Loathing in Greater Israel", yang juga kesulitan mendapatkan perhatian media di sana. Seperti juga videonya, buku itu mengungkapkan realitas blak-blakan rasisme di Israel. Hingga kini media arus besar Amerika tak punya nyali dan tak mau untuk menghadapi realitas tersebut.