REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Lingkungan Hidup Universitas Sam Ratulangi Veronica Kumurur melihat bencana banjir di Manado, Sulawesi Utara (Sulut) terjadi akibat lahan resapan air yang terus berkurang. Lahan respan air itu sudah banyak beralih fungsi menjadi lokasi pembangunan.
"Kawasan tangkapan air di Manado kondisinya tidak baik," kata Veronica, dalam acara diskusi di Cikini, Jakarta, Sabtu (18/1). Ia mengatakan, daerah resapan air di bagian Selatan Manado sudah berganti menjadi lokasi industri dan bangunan pemukiman. Sehingga air tidak tertahan dan membludak ke sungai yang menjadi penyebab banjir.
Menurut Veronica, datangnya bencana banjir seharusnya sudah bisa diantisipasi. Namun, ia mengatakan, tidak ada upaya untuk memperbaiki resapan air. Menurut dia, sudah sekitar 50 persen daerah resapan air beralih fungsi. Ia mengkhawatirkan kondisi yang lebih buruk terjadi apabila penataan daerah resapan tidak dilakukan ke depan.
Veronica mengatakan, banjir bandang yang terjadi di Sulut pada tahun ini lebih besar dibandingkan kejadian sebelumnya. Ia mengatakan, di Manado ada empat sungai besar dan sekitar 8-10 sungai kecil. Empat sungai itu saat ini meluap dan mengakibatkan bencana. Menurut dia, topografi Manado yang curam mengakibatkan air mengalir dengan cepat. "Bahaya kalau tidak dikelola," kata dia.
Manajer Penanganan Bencana Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Nasional Mukri Friatna mengatakan, bencana banjir dan tanah longsor terjadi karena sistem alam yang rusak. Ia menyebut, dua aliran sungai di Manado sudah terdeportasi sehingga faktor terjadinya penyebab banjir sangat besar. "Sudah terdeportasi semua, ditambah daerah hulu," ujar dia.
Menurut Mukri, curah hujan yang tinggi bukan menjadi persoalan utama bencana banjir. Menurut dia, banjir terjadi karena adanya masalah daerah resapan air. Ia menyebut pada era 90-an, Indonesia masih memiliki 160 juta hektare lahan hutan. Namun saat ini angkanya hanya sekitar 50 juta hektare. Ia juga menyebut kejadian bencana banjir dan longsor meningkat hampir 300 persen dari 2012 dengan jumlah 475, menjadi 1.392 pada 2013. "Angka ini tidak main-main," ujar dia.