Senin 20 Jan 2014 17:49 WIB

Kenaikan NJOP Tanah di DKI Jakarta Tidak Tepat

Rep: Friska Yolandha/ Red: Nidia Zuraya
Perumahan (ilustrasi)
Foto: Antara
Perumahan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana pemerintah DKI Jakarta menaikkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tanah dinilai tidak tepat. Hal ini akan memberatkan masyarakat yang penghasilannya tidak tinggi.

"Pajak tanah dan bangunan tidak dihitung berdasarkan penghasilan seseorang, melainkan berdasarkan pemilikan bangunan," ujar Guru Besar Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia (UI) Gunadi, Senin (20/1).

Ia mencontohkan pensiunan yang tinggal di wilayah Menteng, Jakarta Pusat. Mungkin pensiunan ini dulu berpenghasilan tinggi sehingga mampu membeli rumah di wilayah tersebut. Namun selepas dari pekerjaan, belum tentu pensiunan ini mampu membayar pajaknya. Hal ini sama saja dengan mempersilakan pensiunan mencari tempat yang lebih sesuai dengan kantong mereka.

"Kecuali jika pemerintah provinsi (pemprov) DKI menerapkan pembayaran pajak rumah untuk para elit dan pengusaha. Mereka kan selalu pegang uang," ujar Gunadi.

Kenaikan NJOP ini, lanjut Gunadi, akan mengganggu stabilitas sosial dan politik. "Untuk apa pajak ditetapkan setinggi langit jika tidak ada perubahan yang berarti pada infrastruktur wilayah, misalnya. Sesuai dengan kodratnya, pajak dipungut untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Melihat kondisi saat ini, rasanya tidak sesuai dinaikkan setinggi itu," paparnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement