Selasa 21 Jan 2014 06:52 WIB

Pemerintah Didesak Izinkan PI Migas Blok Masela

REPUBLIKA.CO.ID, AMBON -- Pemerintah pusat didesak segera mengizinkan penyertaan modal (PI) 10 persen untuk Pemerintah Provinsi Maluku dalam pengelolaan migas Blok Masela.

Sebab, menurut Fraksi Golkar DPRD Maluku, tidak ada dasar hukum bagi pemerintah pusat menunda penandatanganan izin PI tersebut.

"Dalam pasal 34 Peraturan Pemerintah nomor 35 tahun 2004 menegaskan kalau kewenagan itu ada pada pemerintah daerah Maluku, dalam hal ini gubernur," kata Sekretaris F-Golkar DPRD Maluku Richard Rahakbauw di Ambon, Senin (20/1).

Peraturan pemerintah itu mengatur tentang kegiatan usaha hulu terhadap minyak dan gas bumi.

Menurut Richard, penjelasan PP 35 ini menyebutkan, apabila terdapat lebih dari satu BUMD di daerah dimana sumber daya alamnya berada, maka kewenangan untuk membagi PI 10 persen ada pada gubernur.

"Penjelasan pasal 34 ini tidak menyebutkan tentang kewenangan untuk membagi PI 10 persen dimaksud ada pada Menteri ESDM dan Bupati Kabupaten Maluku Tenggara Barat maupun Maluku Barat Daya," kata Richard.

Sehingga tidak ada dasar hukum bagi Menteri ESDM untuk menunda penandatanganan PI 10 persen di blok Masela bagi PT. Maluku Energi sebagai BUMD milik Pemprov Maluku yang telah membuat perjanjian kerja dengan investor.

Fraksi Golkar DPRD Maluku, kata Richard, meminta perhatian serius pemerintah daerah untuk lebih gigih memperjuangkan izin pengelolaan migas blok Masela lewat hak penyertaan modal.

Karena seluruh dokumen yang berkaitan dengan persyaratannya sudah dipenuhi melalui PT. Maluku Energi sejak tahun 2009, ketika pemerintah daerah menyatakan menerima penawaran kontraktor, sebagaimana yang diatur dalam pasal 34 PP nomor 35 tahun 2004.

Jadi menurut pandangan fraksi, alasan dari pemerintah di ringkat pusat yang terus menunda penandatanganan hak PI blok Masela ini terkesan dibuat-buat, tidak rasional dan tidak objektif.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement