REPUBLIKA.CO.ID, TAIJI -- Nelayan Jepang yang mengumpulkan sekitar 30 lumba-lumba ke peraian dangkal dan membantainya, menyembunyikan hasil buruan mereka di balik terpal. Sementara protes atas perburuan tahunan ini makin memuncak.
Setiap tahun, nelayan Taiji, Prefektur Wakayama Prefecture, berburu lumba-lumba, mengumpulkannya di sebuah pantai sepi dan menyeleksinya. Sebagian lumba-lumba dijual ke pemilik akuarium untuk pertunjukkan dan sisanya dibunuh untuk dikonsumsi.
Selasa (21/1), Reuters melaporkan setidaknya sudah lebih dari 200 lumba-lumba dikumpulkan di Taiji sejak Jumat pekan lalu. Sebelum pembantaian di mulai, nelayan menutupi kumpulan lumba-lumba dengan terpal agar tak diketahui orang luar. Meski demikian, darah tetap bersimbah di sepanjang pantai.
''Lumba-lumba yang akan dikonsumsi ditikam kepalanya menggunakan batangan logam di kepala lumba-lumba lalu ditinggalkan hingga mati. Lumba-lumba yang masih hidup dilepaskan ke laut,'' kata aktivis Sea Shepherd Conservation Society Melissa Sehgal.
Jepang mempertahankan penangkapan lumba-lumba sebagai tradisi karena tak ada hukum internasional yang melarang mengingat lumba-lumba belum kritis jumlahnya.
Kyodo Newa mengutip perkataan Gubernur Prefektur Wakayama Yoshinobu Nisaka, ''Tradisi makanan bervariasi dan ini kearifan lokal yang harus dihormati.'' Nelayan Taiji sendiri menolak berkomentar kepada media.