REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Debat panas atas keikutsertaan Iran pada perundingan damai Suriah berakhir dramatis. Sekjen PBB Ban Ki-moon akhirnya menarik undangan yang diberikan kepada Iran untuk menghadiri konferensi Jenewa II di Swiss, pekan ini.
Keberatan dan penolakan dari kubu oposisi Suriah menjadi penyebab pembatalan tersebut. Apalagi negara-negara Barat seperti AS dan Inggris sama sekali tidak melihat arti penting kehadiran Iran di sana.
Namun, menurut Rami G Khouri, Direktur the Issam Fares Institute for Public Policy and International Affairs American University Beirut, Iran harus hadir pada konferensi Jenewa II. Jika tidak, kata dia, cita-cita perdamaian hanya tinggal kenangan.
Mengapa Iran harus hadir pada pertemuan yang memediasikan Pemerintahan Bashar Al-Assad itu dengan kubu oposisi? Rami menegaskan, peran dan bantuan Iran kepada Pemerintah Suriah yang dipimpin Assad sangat penting dan besar.
Assad tanpa Iran sama dengan kehancuran. Rami mengatakan, Iran telah menyokong Assad habis-habisan baik dari sisi finansial, politik, hingga militer. Iran tak mempersoalkan para prajuritnya menjadi korban pada krisis Suriah, yang penting Assad tetap menguasai pemerintahan.
Menciptakan perdamaian di Suriah tanpa Iran, kata Rami, hanya menghabiskan energi dan mengejar sesuatu dengan sia-sia. "Iran punya pengaruh besar di Suriah dan ini menjadi posisi tawar Iran bagi geopolitik Tmur Tengah," kata Rami seperti dikutip Aljazeera, Rabu (22/1).
Iran berprinsip masa depan Suriah ditentukan oleh rakyat Suriah, bukan kekuatan asing dari AS, Inggris, Prancis, maupun Arab Saudi. Bersama Rusia, Iran mengingatkan negara-negara Barat untuk menghormati proses politik yang terjadi di Suriah, termasuk menjamin hak-hak politik Assad.
Perundingan Jenewa II diharapkan menghasilkan solusi damai antara Pemerintah Assad dan oposisi Suriah. Puluhan ribu orang tewas akibat konflik berdarah yang terjadi di negeri itu.