Rabu 22 Jan 2014 15:52 WIB

Hayono Islam: Pemilu Serentak Merepotkan

Hayono Isman
Foto: Yasin Habibi/Republika
Hayono Isman

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Hayono Isman mengaku jika Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden dilaksanakan secara serentak akan merepotkan semua pihak.

"Perubahan peraturan itu dibuat tentunya perlu diberikan waktu yang cukup panjang. Sekarang ini pemilu tinggal tiga bulan lagi, kalau diubah mendadak nanti yang repot kita semua," kata Hayono usai diskusi bertajuk 'Youth Political Outlook 2014,' di Jakarta, Rabu (22/1).

Menurut salah satu peserta konvensi calon presiden itu, di waktu yang singkat seperti saat ini, tak hanya Demokrat, partai lain pun pastinya tidak akan mudah menyesuaikan aturan yang berubah secara mendadak itu.

Belum lagi biaya yang dikeluarkan tentu akan berkali lipat dari anggaran yang sebelumnya telah ditentukan.

"'Cost' (biaya, red) sosial juga besar, karena harus ubah sesuatu tanpa sosialisasi yang cukup ke rakyat ini bisa berbahaya. Kualitas Pemilu bisa dianggap tidak 'legitimate' (sah, red)," ucapnya.

Hayono juga menampik adanya indikasi bahwa Pemilu serentak nantinya bisa menguntungkan bagi partai berlambang 'Mercy' yang tengah anjlok elektabilitasnya itu.

"Semua partai akan mengalami hal yang sama, bukan soal untung rugi. Tapi masalahnya adakah kerugian yang timbul dari masalah yang mendadak tanpa sosialisasi kepada rakyat itu," ujarnya.

Ia juga menegaskan pihaknya maupun partai politik lain juga tentu tidak akan memanfaatkan keadaan untuk kepentingan jangka pendek dari perubahan aturan pelaksanaan pemilu itu.

Hayono berharap semua partai politik bisa berpikir jangka panjang guna memelihara demokrasi di Indonesia.

"Partai Demokrat dan saya yakin partai lain juga tidak pernah berpikir untuk kepentingan jangka pendek. Kalau kita berpikir jangka pendek, demokrasi kita hancur. Kita berpikir jangka panjang supaya demokrasi kita matang, demokrasi kita semakin dewasa dan bermanfaat bagi rakyat," tuturnya.

Yusril Ihza Mahendra mengajukan permohonan uji materi UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden kepada Mahkamah Konstitusi.

Dalam permohonannya, Yusril menguji Pasal 3 ayat (4), Pasal 9, Pasal 14 ayat (2), dan Pasal 112 UU Pilpres yang dinilai bertentangan dengan UUD 1945.

Menurut Yusril, Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 7C UUD 1945, sistem pemerintahan Indonesia menurut UUD 1945 adalah sistem presidensial.

Apabila dikaitkan dengan sistem ini, lanjutnya maka maksud frasa dalam norma Pasal 22E ayat (1), (2) dan (3) yakni pemilihan umum dilaksanakan "setiap lima tahun sekali" untuk memilih anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat adalah pemilihan umum itu dilakukan serentak dalam waktu yang bersamaan.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement