REPUBLIKA.CO.ID, RABAT -- Tahun ini Maroko untuk pertama kalinya berusaha meraih target pertumbuhan industri keuangan syariah senilai 1,7 triliun dolar AS. Langkah ini merupakan upaya besar bagi satu-satunya negara di Afrika Utara yang mendapat rating investment-grade dari Standard&Poor's.
Dikutip dari Bloomberg.com, Kamis (23/1), anggota parlemen yang membahas RUU Ekonomi Syariah, Abdeslam Ballaji, menyatakan kabinet telah menyetujui beleid tersebut pada 16 Januari lalu. Draft yang juga mengatur perbankan syariah dan memungkinkan penjualan sukuk masih menunggu persetujuan parlemen. Kemungkinan waktunya pembicaraan itu memakan waktu lima bulan.
Bloomberg mencatat, berdasarkan data Ernst&Young, industri keuangan syariah memiliki akselerasi tercepat dimana kemungkinan tumbuh cepat dalam lima tahun terakhir. Asetnya diperkirakan meningkat menjadi 3,4 triliun dolar AS di 2018 atau meningkat 100 persen dari 2013 lalu yang hanya 1,7 trilun dolar AS.
Pelaku industri keuangan Maroko pun mendukung keputusan itu. Menurut Sekjen Asosiasi Partisipasi Pelaku Keuangan Maroko, Said Amaghdir, 95 persen dari 34 juta penduduk Maroko, mendukung diberlakukannya perbankan syariah di negeri itu.