Jumat 24 Jan 2014 02:05 WIB

PBB Inginkan Perang Suriah Diselesaikan Bersama

Rep: Wahyu Syahputra/ Red: Julkifli Marbun
Lakhdar Brahimi
Foto: AP/Michel Euler
Lakhdar Brahimi

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Mediator dari PBB, Lakhdar Brahimi menginginkan adanya temu muka dalam negosiasi perdamaian antara Pemerintah Suriah dengan pihak oposisi.

Dilaporkan Agence France Presse, Brahimi telah ditugaskan untuk menemui Bashar Assad dan oposisi sebelum diadakan pertemuan membahas perdamaian pada 24 Juni 2014.

Upaya diplomatik yang didukung penuh PBB dalam menyelesaikan konflik Suriah tidak hanya menimbulkan perselisihan sengit antara pemerintah dan oposisi, tapi sejumlah negara yang menjadi kekuatan dunia.

Brahimi ditugaskan pertama kali untuk bertemu dengan ketua oposisi, Ahmad Jarba, pada 23 Januari 2014, sore hari dan langsung bertolak menemui Kepala delegasi Pemerintah Suriah dan Menteri Luar Negeri, Walid Muallem.

Masih belum jelas apakah Brahimi akan mampu membujuk mereka untuk duduk di meja yang sama dalam pembicaraan perdamaian. Bahkan ada kemungkinan, para pendukung internasional mereka masing-masing, Amerika Serikat (oposisi) dan Rusia (Pemerintah Suriah), akan menjemput mereka.

"Apakah kita langsung masuk ke satu ruangan dan mulai membahas atau kita berbicara sedikit secara terpisah? ... Aku belum tahu," kata Brahimi.

Harapan memang kecil untuk mendudukkan pihak yang bermasalah. Namun ini tetap merupakan terobosan penting untuk menyelesaikan konflik di Suriah. Jika memang sulit untuk dipertemukan, mediator akan mencari penawaran jangka pendek untuk menjaga proses perdamaian tetap berlangsung, termasuk pada gencatan senjata lokal, perlindungan terhadap warga sipil dan pertukaran tahanan atau tawanan.

Anggota delegasi oposisi Koalisi Nasional, Hadi Albahra mengatakan kepada AFP, pihaknya merasa telah diuntungkan dari konferensi yang diadakan PBB ini.

"Kami telah mendengar kabar yang sangat positif dari dalam Suriah dan itu adalah pertama kalinya kami merasa begitu banyak dukungan dari Suriah untuk Koalisi," kata dia.

Sementara, Menteri Luar Negeri Suriah, Almuallem tetap menuduh oposisi sebagai pengkhianat dan agen pemerintah asing.

Albahra membalasnya dengan mengatakan, delegasi rezim pemerintah berperilaku seperti mafia, dengan gaya yang sangat jauh dari diplomasi.

Sementara itu, media pemerintah Suriah mengecam konferensi Montreux. Konferensi ini dinilai tidak jujur dan hanya mementingkan beberapa pihak. "Tuduhan tidak jujur pada pemerintah Suriah. Para penipu itu terbongkar. Mereka berbicara seperti mendukung terorisme dengan pidato tentang keadilan dan hak asasi manusia," tulis harian Althawra.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement