Jumat 24 Jan 2014 02:27 WIB

Uruguay Ingin Jadi Juru Runding Perdamaian Kolombia

Angkatan Kiri Bersenjata Revolusioner Kolombia, FARC
Foto: deadliestfiction.wikia.com
Angkatan Kiri Bersenjata Revolusioner Kolombia, FARC

REPUBLIKA.CO.ID, MONTEVIDEO -- Presiden Uruguay Jose Mujica mengungkapkan rencananya bertemu di Havana dengan Presiden Kolombia Juan Manuel Santos dan para pemimpin gerilya FARC untuk mendesak mereka mempercepat perundingan perdamaian.

Tawaran Mujica untuk menjadi penengah itu disampaikan ketika Kolombia meningkatkan operasi militer terhadap kelompok pemberontak tersebut, yang menurut militer menewaskan 26 gerilyawan dalam serangkaian bentrokan sejak akhir pekan.

Mujica, seorang mantan gerilyawan kiri, mengatakan kepada mingguan Busqueda dalam wawancara yang diterbitkan Kamis, ia akan bertemu dengan kedua pihak pekan depan di Havana setelah pertemuan puncak Amerika Latin.

"Saya akan berbicara dengan Presiden Juan Manuel Santos dan FARC," katanya.

"Saya ingin terus membantu sekali lagi -- secara konkret, untuk mempercepat proses negosiasi," lanjutnya.

"Tidak pernah sebelumnya dalam 50 tahun sejak konfrontasi ini dimulai, perdamaian begitu dekat. Ini adalah tujuan utama dan patut mendapat dukungan," tambahnya.

Perundingan antara kedua pihak dimulai lagi Senin lalu (13/1)setelah penghentian selama tiga pekan.

Selama lebih dari setahun, pemerintah Presiden Juan Manuel Santos dan Angkatan Bersenjata Revolusioner Kolombia (FARC) melakukan perundingan perdamaian di Kuba dengan tujuan mengakhiri konflik terlama Amerika Latin itu.

Dari lima poin agenda, kedua pihak sejauh ini baru mencapai dua kesepakatan -- reformasi tanah dan keikutsertaan kelompok pemberontak itu dalam politik jika mereka mengakhiri perang yang telah berlangsung hampir 50 tahun. Masalah-masalah lain yang diagendakan adalah perdagangan narkoba, ganti-rugi korban perang dan diakhirinya konflik.

FARC untuk pertama kali telah mengakui sebagian tanggung jawab atas pertumpahan darah puluhan tahun, yang mengisyaratkan perubahan berarti dalam sikap mereka karena selama ini kelompok itu tetap mengklaim bahwa anggota-anggotanya menjadi korban penindasan pemerintah.

Pemerintah Kolombia dan FARC memulai dialog di Oslo, ibu kota Norwegia, pada 18 Oktober 2012 yang bertujuan mengakhiri konflik setengah abad yang telah menewaskan ratusan ribu orang. Perundingan itu dilanjutkan sebulan kemudian di Havana, Kuba.

Tiga upaya sebelumnya untuk mengakhiri konflik itu telah gagal.

Babak perundingan terakhir yang diadakan pada 2002 gagal ketika pemerintah Kolombia menyimpulkan bahwa kelompok itu menyatukan diri lagi di sebuah zona demiliterisasi seluas Swiss yang mereka bentuk untuk membantu mencapai perjanjian perdamaian.

Kekerasan masih terus berlangsung meski upaya-upaya perdamaian dilakukan oleh kedua pihak.

FARC, kelompok gerilya kiri terbesar yang masih tersisa di Amerika Latin, diyakini memiliki sekitar 9.200 anggota di kawasan hutan dan pegunungan di Kolombia, menurut perkiraan pemerintah. Kelompok itu memerangi pemerintah Kolombia sejak 1964.

sumber : Antara/AFP
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement