Jumat 24 Jan 2014 15:45 WIB

Gara-Gara Banjir, Petani Obral Murah Gabah Hasil Panen

Rep: eko widiyatno/ Red: Taufik Rachman
Panen padi. Negeri ini bergelar Gemah Ripah Loh Jinawi
Foto: Antara
Panen padi. Negeri ini bergelar Gemah Ripah Loh Jinawi

REPUBLIKA.CO.ID,PURWOKERTO -- Petani di kawasan Pantura Jawa Tengah bagian timur, diperkirakan menjadi pihak yang paling terpukul dengan banjir di kawasan mereka saat ini. Pasalnya, banjir terjadi pada saat petani sedang mengalami panen raya. Hal ini menyebabkan kualitas gabah hasil panen menjadi buruk, sehingga harga pun anjlok drastis.

''Saat ini, banyak pedagang gabah dari daerah Demak, Pati, Kudus dan Jepara yang mengobral hasil pembelian dari petani. Pedagang beras di Banyumas dan sekitarnya, banyak yang mendapat tawaran untuk membeli gabah mereka dengan harga murah. Namun banyak pedagang menolak karena karena khawatir kualitasnya sangat buruk,'' kata Manajer KUD Patikraja, Faturrahman, Jumat (24/1).

Faturrahman  mengaku mendapat tawaran seperti itu. Hal ini karena KUD yang dipimpinnya, juga bergerak dalam usaha pengadaan beras. ''Ada ratusan ton gabah yang ditawarkan pedagang di Pantura dengan harga murah. Tapi saya tidak berani spekulasi menerima tawaran itu karena kalau kualitasnya sangat buruk, kita bisa mengalami kerugian,'' jelasnya.

Menurutnya, gabah yang diobral pedagang gabah di pantura hanya dihargai Rp 3.100 per kg untuk gabah basah. Dengan harga setinggi itu, maka harga di tingkat petani diperkirakan hanya Rp 2.600 per kg. Padahal harga normal gabah basah sekitar Rp 3.600 hingga Rp 3.700 per kg.

Dia memperkirakan, anjloknya harga gabah di wilayah- Pantura Jateng sebelah timur tersebut, disebabkan sebagian gabah hasil panen petani tersebut terendam banjir. Kalau pun tidak terendam banjir, petani yang memanen tidak bisa menjemur hasil panennya karena kondisi cuaca yang selalu diwarnai hujan.

''Kalau Jakarta, Indramayu, Kudus tidak banjir, mungkin harga gabah tidak akan anjlok terlalu dalam, karena mereka masih bisa mengirim gabah ke barat dan timur. Tapi karena jalan ke Jakarta dan Surabaya dihadang banjir, pedagang pantura hanya bisa menjual gabahnya ke Jateng bagian selatan, seperti Banyumas, Surakarta dan Yogyakarta,'' katanya.

Sementara para pedagang di wilayah selatan, tidak berani berspekulasi menerima tawaran pembelian gabah tersebut, karena khawatir kualitas berasnya sangat buruk.

Menurutnya, bila gabah basah yang dibeli merupakan beras yang terendam banjir, maka kualitas berasnya juga akan sangat buruk. Beras yang gabahnya terendam banjir, sekali pun sudah dikeringkan dan digiling, akan berwarna kuning. Bahkan kalau terendam banjirnya terlalu lama, maka berasnya berwarna hitam.

''Kalau berasnya baru berwarna kuning, mungkin masih laku dijual meski pun dengan harga murah. Tapi kalau sudah berwarna hitam, ya paling hanya bisa untuk campuran pakan ternak karena tidak akan ada yang mau beli,'' katanya.

Humas Bulog Sub Divre IV Banyumas, Priyono mengakui, berdasarkan informasi yang dia terima, wilayah Pantura Timur Jawa Tengah yang saat ini dilanda musibah banjir, memang sedang memasuki musim panen raya. Dia juga mendapat kabar banyak pedagang beras di wilayah eks Karesidenan Banyumas, yang mendapat tawaran gabah dari pedagang di wilayah tersebut. ''Saya memang mendapat informasi seperti itu dari pedagang yang menjadi mitra Bulog Banyumas,'' jelasnya.

Namun dia menyebutkan, Bulog Banyumas tidak bisa memanfaatkan peluang harga murah tersebut untuk melakukan program penyerapan beras karena di wilayah tersebut ada kantor Bulog Pati. ''Itu wilayah operasionalnya Bulog Pati,'' jelasnya.

Priyono menyebutkan, untuk wilayah Banyumas sendiri, hingga saat ini tidak ada persoalan dalam hal stok beras. Meski harga gabah dan beras terkerek cukup tinggi, namun masih dalam batas wajar. ''Untuk harga gabah kering giling, di Banyumas saat ini masih stabil di angka Rp 4.800-Rp 5.000 pr kg. Sedangkan untuk harga beras jenis medium, sekitar Rp 7.600 per kg,'' katanya.

Hal ini, menurutnya, karena stok beras yang disimpan petani di wilayah eks Karesidenan Banyumas, masih mencukupi. Termasuk stok yang tersimpan di gudang-gudang beras Bulog, masih cukup untuk kebutuhan penyaluran raskin hingga Juli 2014. Padahal mulai April 2014 mendatang, petani di wilayah eks Karesidenan Banyumas, sudah akan memasuki musim panen. ''Jadi khusus di Banyumas, sejauh ini tidak terjadi gejolak harga beras,'' katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement